0. PENGANTAR

March 19, 2007

 

Artikel ini dipersembahkan bagi masyarakat yang masih tertinggal pengetahuannya dibidang politik, agama dan kebudayaan. Seringkali karena buta politik, mereka ini hanya bagaikan sekedar alat permainan belaka para politisi busuk, birokrat keranjang sampah, jendral TNI/polri berjiwa preman, konglomerat hitam (kebanyakan hidup dipusat Jakarta), dan perusahaan multinasional/negara asing. Seringkali para oknum ini membentuk simbiose mutualitis demi kekuasaan dan ekonomi belaka. Kelicikan, kelihaian, keindahan dan kehebatan begawan politik Soeharto dalam menipu bangsanya berkali-kali (tidak hanya sekali) dapat dijadikan contoh kongkret dalam artikel2 dalam blog ini.

 

Perlu diingat bahwa artikel ini hanya cocok bagi manusia yang sudah dewasa, rasional, cerdas, dan bijaksana. Bila anda masih muda, emosional dan meledak-ledak, mohon jangan membaca artikel ini, sebab artikel2nya bisa mengacaukan pikiran anda yang sempit, picik, fanatik, dan munafik!

 

Demikian luar biasa karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia: kekayaan alam, keindahan alam, kesuburan tanah, kelautan yang luas sekali, dan ke bhinekaan yang luar biasa beragam dan indahnya. Namun, mengapa justru bangsa ini miskin sekali? Mengapa bangsa ini menjadi hina sekali sebagai pengekspor TKI dan TKW kelas unskill labour? Mengapa bangsa ini menjadi pengemis kelas dunia (pengutang)? Mengapa bangsa ini tak pernah dapat melepaskan diri dari berbagai krisis? Dst…

 

Didunia ilmu pengetahuan dan teknologi, semua hal termasuk agama dan keyakinan dapat diperdebatkan. Perlu diingat bahwa Tuhan itu Sang Maha Cerdas, dengan demikian Beliau pasti gemar berdebat dan tidak menyukai manusia yang yes men! Debat dan diskusi adalah vitamin pokok bagi IQ dan EQ manusia, asal jangan berdebat dengan tangan dan kaki disertai emosi (kelahi/kerusuhan)!

 

Artikel2 dalam web blog ini akan berusaha menjawab secara kritis, analitis, rasional, dalam, dan tuntas tentang berbagai permasalahan bangsa saat ini. Kami sarankan agar artikel dibaca secara runut menurut nomornya, dengan tujuan pemahaman yang lebih baik. Saran dan kritik pembaca sangat kami harapkan. Mohon bantuan anda untuk menyebarluaskan artikel ini, terutama kepada politikus, jurnalis dan sivitas akademika kampus, terima kasih sebelumnya.

 

Dari pengasuh web blog,

Forum Penanggulangan Krisis Multidimensi,

di Eropa

Email: CerdaskanNegara@yahoo.com

Alamamat web site: http: SolusiMasalahBangsa.

1. G30S: INDAHNYA BEGAWAN POLITIK SOEHARTO MENIPU BANGSANYA!

March 19, 2007

Pengantar

Indonesia sejak dulu hingga kini selalu menjadi incaran negara asing untuk “dijajah” atau dijadikan negara boneka, contoh negara asing misalnya: Inggris, Portugis, Belanda, Jepang, USA, Singapore, Arab Saudi, dst. Alasan utama negara asing itu adalah: geo politik yang baik, kaya raya sumber alam, subur sekali, kaya akan laut yang berarti kaya akan ikan yang merupakan sumber pangan yang luar biasa, kaya manusia shg baik untuk pasar/konsumsi, dan alamnya indah sekali bak mutiara di katulistiwa, dst. Diera perang dingin, antara tahun 1960 s/d 1965 Indonesia menjadi ajang pertempuran antara kapitalis (USA) lawan komunis (Rusia, China). Pada peristiwa G30S di tahun 1965, USA dkk. membackup militer dan mahasiswa, Rusia membackup partai komunis. Di Indonesia yang menang adalah USA dkk., di Vietnam yang menang Rusia. Otak penggulingan Soekarno adalah CIA (USA) dengan operator lapangan adalah Soeharto dibantu para oknum jendral TNI AD. Dengan dominasi USA melalui SDM yang diwakili oleh mafia alumni West Point (sisi militer) dan mafia alumni Berkeley (sisi sipil), maka mulai saat itu Indonesia bagaikan syah menjadi negara boneka USA, seperti boneka yang lain seperti: Syah Iran, Marcos, Mobutu Seseko, Raja Faad, dst. Hubungan antara Amerika dengan Soeharto saat 1965 adalah bagaikan hubungan antara majikan (atau dalang) dengan pembunuh bayaran (atau operator lapangan); hubungan ini sampai dengan saat ini masih amat sangat dirahasiakan. Akibat konspirasi destruktip ini, USA bagaikan mempunyai kartu As terhadapap Indonesia; apapun kehendak USA boleh dikata harus dituruti oleh pemerintah Indonesia, misal dalam hal kasus Free Port, tambang minyak blok Cepu, dan kasus MOU Microsoft. Jadi, rahasia terbesar dan maha memalukan para penguasa politik Indonesia saat ini ada ditelapak tangan pemerintah Amerika! Oleh sebab itu, kalau semua keinginan USA tidak dituruti, rahasia ini dapat mereka (USA) ungkapkan. Dan kalau diungkapkan, maka nasib fatal akan dialami oleh Soeharto dan para oknum jendral TNI AD (plus mafia Berkeley); sebab ternyata mereka ini adalah pengkianat negara terbesar sepanjang sejarah Indonesia, konsekuensinya bangsa Indonesia barangkali akan menggantung pengkianat ini tinggi2 di menara Monas Jakarta, dan nama harum mereka akan hancur berantakan seketika itu. Mengingat regim Soeharto masih mendominasi perpolitikan di Indonesia hingga kini (hampir semua parpol disusupi oleh para oknum jendral TNI AD), maka maha rahasia ini sulit dibongkar. Para jendral pengkianat bangsa ini pada akhir hidupnya (yang tinggal beberapa tahun lagi, sudah tua2 bangka) dihantui rasa kecemasan luar biasa, yaitu terbongkarnya skandal mereka. Untuk menutup maha rahasia ini, PKI dikambing hitamkan. G30S di tahu 1965 adalah pengkianatan para oknum jendral TNI AD dibawah pimpinan Soeharto atas bangsanya, bukan pengkianatan PKI. Kasus terakhir (awal Maret 2007) menandaskan kecemasan hidup para jendral ini, mereka melarang buku pelajaran sejarah dari SD, SMP dan SMU, karena tidak memuat kata PKI. Tembok Berlin runtuh, patung Kremlin tumbang, patung Sadam Husein rontok, dan pada suatu ketika nanti tembok penghalang kebenaran sejarah ini akan runtuh. Kata orang bijak: “Bau bangkai tidak dapat disembunyikan terusmenerus.” Kapan runtuhnya rahasia G30S? Tergantung pada kemauan dan kecerdasan bangsa Indonesia. Terutama sivitas akademikanya, apakah mereka tetap ingin bodoh, membodohi diri sendiri, atau dibodohi oleh para pengkianat bangsa serta tetap tunduk-patuh pada mereka. Sangat disayangkan, anak2 Soekarno, para korban tak bersalah 1965, dan bahkan partai sebesar PDIP tak mampu mengunyah dan membeberkan maha rahasia ini! Padahal bila dominasi perpolitikan Indonesia oleh para jendral pengkianat bangsa ini dapat diakhiri secara cepat, maka percepatan perbaikan bangsa juga akan mengalami kelipatan luar biasa, bagaikan habis gelap terbitlah terang! Berikut ini analisa kritis peristiwa G30S.

 

Jurus Indah Soeharto di Tahun 1965

 

– Bung Karno (BK) adalah seorang jenius yang disegani oleh dunia internasional di masa hidupnya. BK mempunyai visi sangat jauh kedepan untuk Indonesia yakni Indonesia adalah: non blok, mandiri (berdikari = berdiri diatas kaki sendiri), berkepribadian kuat, berbasis Bhineka Tunggal Ika (pluralisme), serta berdasar Pancasila, dan tidak mau tergantung pada utang luar negeri (semboyan BK: “Go to hell with your aids!”). Pada usia yang masih muda (k.l. 30 tahun), Soekarno muda sudah berani menelorkan gagasan “Indonesia Menggugat” didepan pengadilan Belanda. BK juga sadar bahwa level pendidikan bangsanya saat itu rata2 masih SMP, maka tidak mungkin memakai sistem demokrasi penuh, maka beliau dengan bijak memilih menggunakan sistem demokrasi terpimpin.

– Super power dunia saat itu (1960 s/d 1980) adalah USA yang kapitalis dan Rusia yang komunis. Kedua negara adidaya ini terusmenerus menjadi sumber kekacauan/pergolakan (atau dalang internasional) di banyak negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Indonesia dengan segala kelebihannya/kekayaan alamnya jelas merupakan target perebutan hegemoni oleh kedua negara adidaya tsb.

– Untuk menguasai Indonesia, USA dkk. dengan cerdik telah menyiapkan SDM, kelompok SDM ini nantinya disebut sebagai Mafia Berkeley (untuk intelektual sipil) dan Mafia West Points (untuk mafia Angkatan Darat). Jendral Soeharto yang cerdas namun licik mampu melihat adanya kemungkinan untuk menguasai Indonesia melalui kupdeta militer yang merangkak. Maka Soeharto dkk. lalu melakukan konspirasi dengan USA (via CIA) tuk menusuk bangsanya sendiri (Bung Karno) di tahun 1965. Pada tahun 1965, Indonesia sedang dijadikan ajang pertempuran ideologi antara USA dkk. melawan Rusia dkk. USA dibelakang militer/AD dan mahasiswa, sedangkan Rusia/China dibelakang PKI. Di Indonesia yang menang USA, di Vietnam yang menang Rusia.

– Pembunuhan para jendral (Ahmad Yani, Suparman, Tendean, dst) adalah dikarenakan mereka menolak melepas prinsip non blok dan menolak untuk berpihak pada regim Soehato/USA. Selain itu, mereka harus dihabisi Soeharto dkk. agar tidak menjadi pesaing/duri dalam daging. Nasution yang dapat menyelamatkan diri, akhirnya terpaksa bergabung dengan Soeharto; pada akhirnya: Jendral Soeharto menjadi presiden, dan Nasution menjadi ketua MPRS, mulai saat itu Indonesia dibawah regim militer (eksekutip dan legislatip dibawah militer) dan menjadi negara boneka USA! Keterlibatan AS dalam kupdeta militer yang merangkak di tahun 1965 di Indonesia sudah banyak ditulis. Semalam sebelum pembunuhan, Soeharto telah diberitahu oleh Latief akan adanya aksi ini, namun ia tidak bertindak sama sekali. Selain itu, para jendral itu harus dihabisi Soeharto dkk. agar tidak menjadi pesaing/duri dalam daging. Nasution yang dapat menyelamatkan diri, akhirnya terpaksa bergabung dengan Soeharto; pada akhirnya: Jendral Soeharto menjadi presiden, dan Nasution menjadi ketua MPRS, mulai saat itu Indonesia dibawah regim militer (eksekutip dan legislatip dibawah militer, sehingga tak dapat disangkal lagi bahwa telah terjadi coup d’etat oleh TNI AD!), dan Indonesia menjadi negara boneka USA! Pada era itu USA banyak membuat negara boneka, baik di Asia, Timur Tengah, Amerika Latin, dengan cara merekrut militer dan cendekiawannya. Amerika pada saat itu boleh dikata pabrik negara boneka.

– Jendral Soeharto beserta para jendral TNI AD kemudian memprovokasi/mendalangi massa NU (umat Islam, terutama di Jatim) untuk membantai ratusan ribu massa PKI yang tak berdosa dan tidak tahu menahu tentang politik di desa2 ditahun 1965, hal ini dilakukan untuk menutupi coup detat angkatan darat sekaligus mengkambinghitamkan PKI. Cara provokasi adalah dengan melarang surat kabar umum beredar, dan hanya harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha (keduanya milik TNI AD) saja yang boleh beredar. Isi beritanya sangat provokatip dan tendensius, misalnya pesta Gerwani dan penyiksaan para jendral di Lubang Buaya; berita ini dibuat untuk menjadikan PKI musuh bersama bangsa. Pembunuhan yang lebih kejam lagi adalah “pembunuhan kemanusiaan” terhadap anak cucu para anggota PKI yang tidak tahu menahu dan tidak terlibat politik dengan cara merintangi perkembangan kepribadian, emosi dan bisnis mereka (alat2 pembunuh yang diciptakan misalnya: litsus dan S.K bebas G30S). Operator pembunuhan nasional ini adalah pasukan KOPASUS/RPKAD. Baru Gus Dur saja (saat itu sebagai presiden) yang meminta maaf atas kebiadaban umat NU dalam menjagal sesama anak bangsa. Semenjak sukses adu domba ditahun 1965, maka hobi para jendral TNI AD itu s/d sekarang masih diteruskan dengan banyaknya kasus2 kerusuhan massa di berbagai daerah, misalnya: Tisakti, Pembantaian Tionghoa, Ambon, Poso, Sampit, Banyuwangi-santet, dst. (harap baca artikel2 dari George Aditjondro).

– Sukses dr. Mahar Mardjono “mempercepat hidup” Bung Karno membuat ia dihadiahi jabatan tinggi yaitu Rektor Universitas Indonesia (UI). Sejak saat itu, dimulailah konspirasi destruktip segitiga antara UI – regim militer – USA, tak heran UI bangga menyebut dirinya sebagai “kampus Orde Baru”. Penempatan jendral AD, Nugroho Notosusanto, sebagai rektor UI menambah gelapnya pendidikan dan sejarah di Indonesia; beliau mengenalkan hari Kesaktian Pancasila dan wawasan almamater. Warna jaket GOLKAR pun dibuat serupa dengan jaket UI yang kekuning-kuningan seperti kotoran tai itu. Untuk mendominasi SDM Indonesia, USA telah menancapkan alumni2nya, misalnya militer dari West Point dan sipil dari Berkeley. Alumni militer USA disebut Mafia West Point mendominasi TNI AD, alumni sipil dikenal sebagai Mafia Berkeley (boleh juga disebut Mafia UI, sebab kebanyakan para dosen UI) mendominasi pemerintahan terutama jabatan keuangan/finansial. Sejak saat dimulainya konspirasi destruktip (jaman Mahar Mardjono) sampai dengan saat ini (2007), UI boleh dikata “tempat lokalisasi pelacur intelektual” (mirip lokalisasi WTS). Tempat subur bagi intelektual yang mengabdikan dirinya bagi negara asing (USA/IMF) dan bagi regim militer. Semenjak itu (sampai saat ini), regim ORBA pasti menempatkan sivitas akademika UI pada jabatan yang strategis tanpa memperhatikan moralitas! Kasus terakhir yang terungkap adalah kasus KPU, dimana orang mulai menyangsikan apakah pemilu yang dimenangkan SBY jujur dan adil? Peran sivitas akademika UI di penyelewengan KPU sungguh luar biasa. Dengan dominasi USA melalui SDM ini, maka Indonesia syah menjadi negara boneka USA, seperti boneka yang lain: Syah Iran, Marcos, Mobutu Seseko, Raja Faad, dst. Peran sivitas akademika UI terhadap kehancuran bangsanya sungguh luar biasa, mereka harus melakukan pertobatan!

– Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘boneka Indonesia’ ketangan USA dkk., hasil tangkapan pun dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili: perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonoom-ekonoom Indonesia yang top”. Di Jenewa, Tim Indonesia terkenal dengan sebutan ’the Berkeley Mafia’ (yang kebanyakan dosen UI), karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, mereka menawarkan : … buruh murah yang melimpah… cadangan besar dari sumber daya alam … pasar yang besar.” Di halaman 39 ditulis: “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ’Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffry Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Sampson, telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. ’Mereka membaginya ke dalam lima seksi: pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan: ini yang kami inginkan: ini, ini, dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia.

– Tusukan regim Soeharto atas bangsanya/Soekarno mengakibatkan kekayaan alam Indonesia dari Sabang (LNG Arun) s/d Merauke (Free Port ) jatuh ketangan negara Barat terutama USA. Regim militer dibawah Soeharto bersama USA dan negara barat lainnya bagaikan merampok Indonesia (diawal kejayaan Soeharto), misalnya penguasaan konsesi tambang2: Freeport, Caltex, LNG Arun, dst; jadi penguasa kekayaan alam dari Sabang sampai dengan Merauke adalah negara asing lewat agennya di Jakarta. Juga lewat IMF dan world bank, USA menguasai finansial, Indonesia mulai dijajah ekonominya dengan dijerat hutang, Jakarta lalu menjadi akditip terhadap hutang, strategi gali-tutup hutang dilakukan, pejabat penanda tangan hutang tentu saja mendapat komisi, inilah yang membuat para petinggi Indonesia kecanduan berhutang! Regim ORBA sungguh2 menggadaikan negara ini ke negara asing! Boleh dikatakan bahwa 1/3 kekayaan alam Indonesia jatuh ketangan asing, 1/3 nya lagi jatuh ketangan para penguasa hitam terutama di Jakarta (birokrat, politisi, jendral AD/POLRI, dan konglomerat hitam), dan hanya 1/3 sisanya saja yang menjadi sumber APBN kita! Maka benarlah bahwa pemilik kekayaan alam Indonesia itu bukan manusia lokal seperti Dayak, Riau, Aceh, dan Irian, melainkan negara adidaya dan para oknum pejabat pusat di Jakarta. Tidak heran kalau mereka (masyarakat luar Jawa) berkeinginan melepaskan diri dari Indonesia sebab mereka tetap miskin, bagaikan anak ayam mati dilumbung padi!

– Untuk mengelabui sejarah pelanggaran HAM 1965 atau kupdeta militer, maka secara licik regim militer memakai strategi “Maling teriak maling”: 1) Semua jalan raya disemua kota besar Indonesia diinstruksikan untuk memakai nama para jendral Angkatan Darat yang terbunuh secara konyol namun tragis (A. Yani, Panjaitan, dst.) dan mereka ini digelari pahlawan nasional, langkah ini disertai pendirian monumen2 yang bersifat otot dan kekerasan: patung tentara dan bambu runcing, peran kecerdasan para intelektual seperti organisasi Stovia, Bung Karno, Bung Hatta, Sri Sultan HB IX, yang justru lebih penting malah dikecilkan bahkan diabaikan. 2) Hari lahir Pancasila digantikan dengan hari kesaktian Pcsl. 3) Direkayasa film sejarah yang menipu yang wajib diputar secara nasional setiap tahunnya. 4) Dibuat buku wajib sejarah untuk SD s/d SMA yang menyesatkan. 5) Menciptakan sekolah bagi eselon satu pegawai negeri yaitu LEMHANAS (lembaga ini adalah monumen resmi supremasi militer terhadap sipil, saat ini masyarakat dikelabui dengan mendudukan seorang Sipil sebagai kepalanya, apa sih arti seorang dibanding segerombolan militer? Pada umumnya kepala LEMHANAS akan dihadiahi jabatan yang amat basah, minimal menteri, seperti Yuwono Sudarsono dan Purnomo Yosgiantoro). 5) Menciptakan penataran P4 dan mata kuliah Kewiraan (dibawah kendali militer yang ketat). 6) Mewajibkan litsus dan surat bebas G30S bagi pencari kerja. 7) Stigmatisasi PKI sebagai pengkhianat bangsa. 8) Mendirikan berbagai LSM/ORMAS untuk melawan bangkitnya gerakan penegakan kebenaran sejarah 1965. 9) Menguasai berbagai mass media baik koran, radio, dan terutama TV untuk menjadi leader dalam pembentukan opini bangsa. 10) Membrangus kampus dengan wawasan Almamater (dan sekarang ini dengan strategi melibatkan para dosennya untuk ber multi fungsi yaitu: dosen, selebritis, bisnis, dan politikus). 10) Menugas belajarkan para jendral TNI/POLRI lalu beramai-ramai menempuh program MM dan MBA untuk menjustifikasi peran multi fungsi mereka (inilah saat dimulainya perusakan mutu pendidikan tinggi di Indonesia; banyak militer yang malas kuliah/belajar namun tetap ingin lulus, dan dosennyapun takut pada para preman berbintang yang digaji negara ini). 11) Terus menerus menyewa ilmuwan untuk menulis buku sejarah versi mereka (= regim militer), terutama ilmuwan Barat mengingat bangsa Indonesia masih merasa rendah diri ketimbang kulit putih. 12) Last but not least, menyelubungi kupdetat merangkak militer ini dengan menciptakan “ideologi baru yang disebut Dwi fungsi ABRI”.

– Mengingat kasus 1965 adalah kasus pelanggaran HAM yang maha besar, bahkan lebih kejam daripada Hitler di Jerman, sebab regim Soeharto membantai bangsanya sendiri itupun s/d anak-cucu, Hitler/Jerman membantai Yahudi, maka level pelanggaran HAM 1965 sudah tingkatan internasional. Para oknum Jendral AD sebagai pelaku kebiadaban yang luar biasa itu kini hidupnya selalu berkeringat dingin campur darah, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah dan hidupnya selalu dibayang-bayangi/dihantui wajah hampir sejuta jiwa korban manusia. Demi menghindari tuntutan yang maha luar biasa besarnya dan beratnya dari para korban G30S tsb., para oknum Jendral AD ini terus menerus menggunakan politisasi agama Islam untuk melawan gerakan pelurusan sejarah. Terutama menggunakan para pemuka agama, LSM2, dan cendekiawan kampus. Dana finansial bagi mereka tidak masalah, sebab 1/3 harta negara Indonesia telah mereka kuasai, ini hasil merampok bangsanya sendiri selama kurang lebih 32 tahun.

– Kedigdayaan regim militer/ORBA adalah kemampuan menguasai dana (hasil merampok bangsanya sendiri) dan menyusupi semua mass media di Indonesia: dari televisi, radio, s/d koran. Bahkan koran terbesar di Indonesia, yakni Kompas, pun telah mereka susupi. Jika anda adalah pembaca yang sangat cerdas, teliti, serta selalu sadar dan waspada, maka setiap kali ada berita di Kompas tentang usaha pemulihan nama baik para korban stigmatisasi PKI (yang saat ini mereka sudah tua, diatas 65 th), selalu diikuti gambar/poto yang menyolok sekali tentang demonstran yang mengingatkan akan bahaya timbulnya PKI bila hak mereka dipulihkan (catatan: mengapa bukan bahaya KKN, Orba dan militerisme yang ditakutkan?), demo ini pada umumnya menggunakan atribut Islam, misalnya menggunakan bendera Front Pembela Islam. Demikian pula, tulisan bermutu Kwik Kian Gie yang berusaha membeberkan konspirasi regim Soeharto dengan regim USA tidak dapat dimuat di Kompas, melainkan Jawa Pos. Prof. Ben Anderson, ahli G30S, menyiratkan sikap mendua bos Kompas yakni Jacob Utama (sebab saat regim Soeharto berkuasa, Jacob Utama termasuk pendukungnya, untuk ini mohon dibaca artikel yang lain). Pada akhir2 ini (2007) Kompas sering memuat dan memulihkan citra generasi tua penopang orde Baru. Strategi Kompas boleh disebut “mengikuti arus, namun tidak tenggelam”, sebab Kompas dimiliki oleh kaum minoritas (Katolik). Satu2nya kesulitan regim Orba adalah menguasai informasi di internet yang bebas-merdeka!

 

Penutup

 

Dalang/otak penggulingan Soekarno adalah CIA (USA) dengan operator lapangan adalah Soeharto dibantu para oknum jendral TNI AD. Hubungan antara Amerika dengan Soeharto saat 1965 adalah bagaikan hubungan antara majikan (atau dalang) dengan pembunuh bayaran (atau operator lapangan); hubungan ini sampai dengan saat ini masih amat sangat dirahasiakan. Dan untuk menutup maha rahasia ini, PKI dikambing hitamkan. G30S di tahun 1965 adalah pengkianatan para oknum jendral TNI AD dibawah pimpinan Soeharto atas bangsanya, bukan pengkianatan PKI.

 

Akibat maha rahasia ini, USA bagaikan mempunyai kartu As terhadapap Indonesia; apapun kehendak USA boleh dikata harus dituruti oleh pemerintah Indonesia, misal dalam hal kasus Free Port, tambang minyak blok Cepu, dan kasus MoU Microsoft. Mengingat regim Soeharto masih mendominasi perpolitikan di Indonesia hingga kini (cermatilah, hampir semua parpol disusupi oleh para oknum jendral TNI AD), maka maha rahasia ini sulit dibongkar. Sayangnya, rahasia terbesar dan maha memalukan para penguasa politik Indonesia saat ini ada ditelapak tangan pemerintah Amerika! Amerika lalu dapat mendikte Indonesia, sebab kalau semua keinginan USA tidak dituruti, rahasia ini dapat mereka (USA) ungkapkan. Dan kalau diungkapkan, maka nasib fatal akan dialami oleh Soeharto dan para oknum jendral TNI AD (plus mafia Berkeley); sebab ternyata mereka ini adalah pengkianat negara terbesar sepanjang sejarah Indonesia, konsekuensinya bangsa Indonesia barangkali akan menggantung pengkianat ini tinggi2 di menara Monas Jakarta, dan nama harum mereka akan hancur berantakan seketika itu.

 

Sebagai penutup, bila dominasi perpolitikan Indonesia oleh para jendral pengkianat bangsa ini (plus parpol bikinan mereka) dapat diakhiri secara cepat, maka percepatan perbaikan bangsa juga akan mengalami kelipatan luar biasa, bagaikan habis gelap terbitlah terang! Oleh sebab itu, mohon bantuan pembaca untuk menyebarluaskan artikel ini demi meningkatkan kecerdasan berpolitik bangsa. Terima kasih.

 

Sumbangan pemikiran dari:

Forum Peduli Bangsa di Eropa

2. Pakai Tangan Mafia Berkeley

March 19, 2007

Terjerat Kekuatan Barat

 

Dalam buku yang ditulis John Pilger dan yang juga ada film dokumenternya, dengan judul The New Rulers of the World, antara lain, dikatakan: “Dalam dunia ini, yang tidak dilihat oleh bagian terbesar dari kami yang hidup di belahan utara dunia, cara perampokan yang canggih telah memaksa lebih dari sembilan puluh negara masuk ke dalam program penyesuaian struktural sejak tahun delapan puluhan, yang membuat kesenjangan antara kaya dan miskin semakin menjadi lebar”.

 

Ini terkenal dengan istilah nation building dan good governance oleh “empat serangkai” yang mendominasi World Trade Organisation (Amerika Serikat, Eropa, Canada, dan Jepang), dan triumvirat Washington (Bank Dunia, IMF, dan Departemen Keuangan AS). Mereka mengendalikan setiap aspek detail dari kebijakan pemerintah di negara-negara berkembang. Kekuasaan mereka diperoleh dari utang yang belum terbayar, yang memaksa negara-negara termiskin membayar USD 100 juta per hari kepada para kreditor Barat. Akibatnya adalah sebuah dunia yang elitenya -dengan jumlah lebih sedikit dari satu miliar orang- menguasai 80 persen kekayaan seluruh umat manusia.”

 

Itu ditulis oleh John Pilger, seorang wartawan Australia yang bermukim di London, yang tidak saya kenal. Antara John Pilger dan saya, tidak pernah ada komunikasi. Namun, ada beberapa kata yang saya rasakan berlaku untuk bangsa Indonesia dan yang relevan dengan yang baru saya kemukakan. Kalimat John Pilger itu begini: “Their power derives largely from an unrepayable debt that forces the poorest countres…” dan seterusnya. Dalam hal Indonesia, keuangan negara sudah bangkrut pada 1967. Paling tidak, demikianlah yang digambarkan oleh para teknokrat ekonom Orde Baru yang dipercaya oleh Presiden Soeharto untuk memegang tampuk pimpinan dalam bidang perekonomian. Maka, dalam buku John Pilger tersebut, antara lain, juga dikemukakan sebagai berikut:

 

(Saya kutip halaman 37) “Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ’hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili: perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonoom-ekonoom Indonesia yang top”.

 

“Di Jenewa, Tim Indonesia terkenal dengan sebutan ’the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, mereka menawarkan : … buruh murah yang melimpah… cadangan besar dari sumber daya alam … pasar yang besar.” Di halaman 39 ditulis: “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ’Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffry Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Sampson, telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. ’Mereka membaginya ke dalam lima seksi: pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan: ini yang kami inginkan: ini, ini, dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia.

 

Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.

 

Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang, dan Prancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatera, Papua Barat, dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.” Sekali lagi, semuanya itu tadi kalimat-kalimatnya John Pilger yang tidak saya kenal.

 

Kalau kita percaya John Pilger, Brad Sampson, dan Jeffry Winters, sejak 1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered) dengan tuntunan oleh para elite bangsa Indonesia sendiri yang ketika itu berkuasa.

 

Sejak itu, Indonesia dikepung oleh kekuatan Barat yang terorganisasi dengan sangat rapi. Instrumen utamanya adalah pemberian utang terus-menerus sehingga utang luar negeri semakin lama semakin besar. Dengan sendirinya, beban pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya semakin lama semakin berat. Kita menjadi semakin tergantung pada utang luar negeri. Ketergantungan inilah yang dijadikan leverage atau kekuatan untuk mendikte semua kebijakan pemerintah Indonesia. Tidak saja dalam bentuk ekonomi dan keuangan, tetapi jauh lebih luas dari itu. Utang luar negeri kepada Indonesia diberikan secara sistematis, berkesinambungan, dan terorganisasi secara sangat rapi dengan sikap yang keras serta persyaratan-persyaratan yang berat. Sebagai negara pemberi utang, mereka tidak sendiri-sendiri, tetapi menyatukan diri dalam organisasi yang disebut CGI.

 

Negara-negara yang sama sebagai pemberi penundaan pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya yang jatuh tempo menyatukan diri dalam organisasi yang bernama Paris Club. Pemerintah Indonesia ditekan oleh semua kreditor yang memberikan pinjaman kepada swasta Indonesia supaya pemerintah menekan para kreditor swasta itu membayar tepat waktu dalam satu klub lagi yang bernama London Club. Secara kolektif, tanpa dapat dikenali negara per negara, utang diberikan oleh lembaga multilateral yang bernama Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia. Pengatur dan pemimpin kesemuanya itu adalah IMF. Jadi, kesemuanya itu tidak ada bedanya dengan kartel internasional yang sudah berhasil membuat Indonesia sebagai pengutang yang terseok-seok.

 

Sejak itu, utang diberikan terus sampai hari ini. Dalam krisis di tahun 1997, Indonesia sebagai anggota IMF menggunakan haknya untuk memperoleh bantuan. Ternyata, ada aturan ketat untuk bantuan itu. Bantuan uang tidak ada, hanya dapat dipakai dengan persyaratan yang dibuat demikian rupa, sehingga praktis tidak akan pernah terpakai. Dengan dipegangnya pinjaman dari IMF sebagai show case, IMF mendikte kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia, yang dengan segala senang hati dipenuhi oleh para menteri ekonomi Indonesia, karena mereka orang-orang pilihan yang dijadikan kroni dan kompradornya.

 

Maka, dalam ikatan EFF itulah, pemerintah dipaksa menerbitan surat utang dalam jumlah Rp 430 triliun untuk mem-bail out para pemilik bank yang menggelapkan uang masyarakat yang dipercayakan pada bank-bank mereka. Mereka tidak dihukum, sebaliknya justru dibuatkan perjanjian perdata bernama MSAA yang harus dapat meniadakan pelanggaran pidana menurut undang-undang perbankan. Dalam perjanjian perdata itu, asalkan penggelap uang rakyat yang diganti oleh pemerintah itu dapat mengembalikan dalam bentuk aset yang nilainya sekitar 15 persen, dianggap masalahnya sudah selesai, diberikan release and discharge.

 

Lima tahun lamanya, yaitu untuk tahun 1999 sampai dengan tahun 2003, pembayaran utang luar negeri yang sudah jatuh tempo ditunda. Namun, mulai tahun 2004, utang yang jatuh tempo beserta bunganya harus dibayar sepenuhnya. Pertimbangannya tidak karena keuangan negara sudah lebih kuat, tetapi karena sudah tidak lagi menjalankan program IMF dalam bentuk yang paling keras dan ketat, yaitu EFF atau LoI.

 

Setelah keuangan negara dibuat bangkrut, Indonesia diberi pinjaman yang tidak boleh dipakai sebelum cadangan devisanya sendiri habis total. Pinjaman diberikan setiap pemerintah menyelesaikan program yang didiktekan oleh IMF dalam bentuk LoI demi LoI. Kalau setiap pelaksanaan LoI dinilai baik, pinjaman sebesar rata-rata USD 400 juta diberikan. Pinjaman ini menumpuk sampai jumlah USD 9 miliar, tiga kali lipat melampaui kuota Indonesia sebesar USD 3 miliar. Karena saldo pinjaman dari IMF melampaui kuota, Indonesia dikenai program pemandoran yang dinamakan Post Program Monitoring.

 

Mengapa Indonesia tidak mengembalikan saja yang USD 6 miliar supaya saldo menjadi USD 3 miliar sesuai kuota agar terlepas dari post program monitoring. Berkali-kali saya mengusulkan dalam sidang kabinet agar seluruh saldo utang sebesar USD 9 miliar dikembalikan. Alasannya, kita harus membayar, sedangkan uang ini tidak boleh dipakai sebelum cadangan devisa milik sendiri habis total. Cadangan devisa kita ketika itu sudah mencapai USD 25 miliar, sedangkan selama Orde Baru hanya sekitar USD 14 miliar. Yang USD 9 miliar itu harus dicicil sesuai jadwal yang ditentukan oleh IMF. Skemanya diatur sedemikian rupa sehingga pada akhir 2007 saldonya tinggal USD 3 miliar. Ketika itulah, baru program pemandoran dilepas. Alasannya kalau yang USD 9 miliar dibayarkan sekarang, cadangan devisa kita akan merosot dari USD 34 miliar menjadi USD 25 miliar. Saya mengatakan, kalau yang USD 9 miliar dibayarkan, cadangan devisa kita meningkat dari USD 14 miliar menjadi USD 25 miliar. Toh pendapat saya dianggap angin lalu sampai hari ini.

 

Mari sekarang kita bayangkan, seandainya cadangan devisa kita habis pada akhir 2007. Ketika itu, utang dari IMF tinggal USD 3 miliar sesuai kuota. Barulah ketika itu utang dari IMF boleh dipakai. Olehnya secara implisit dianggap bahwa ini lebih kredibel, yaitu mengumumkan bahwa cadangan devisa tinggal USD 3 miliar yang berasal dari utang IMF. Kalau seluruh utang yang USD 9 miliar dibayar kembali karena sudah mempunyai cadangan devisa sendiri sebesar USD 25 miliar dikatakan bahwa Indonesia tidak akan kredibel karena cadangan devisa merosot dari USD 34 miliar menjadi USD 25 miliar.

 

Jelas sekali sangat tidak logisnya kita dipaksa untuk memegang utang dari IMF dengan pengenaan bunga yang tinggi, sekitar 4 persen setahun, tanpa boleh dipakai. Jelas sekali bahwa Indonesia dipaksa berutang yang jumlahnya melampaui kuota yang sama sekali tidak kita butuhkan. Tujuannya hanya supaya Indonesia dikenai pemandoran yang bernama post program monitoring. Jelas ini hanya mungkin dengan dukungan dan kerja sama dari kroni-kroninya Kartel IMF.

 

Mengapa kami dan teman-teman yang sepikiran dan sepaham dikalahkan terus-menerus? Mengapa pikiran yang tidak masuk akal seabsurd itu dipertahankan? Sebab, para menteri ekonomi yang ada dalam kabinet dan otoritas moneter sedikit pun tidak menanggapinya. Memberikan komentar pun tidak mau. Mengapa? Sebab, perang modern yang menggunakan seluruh sektor ekonomi sebagai senjata, terutama sektor moneternya, membutuhkan kroni atau komprador bangsa Indonesia sendiri yang mutlak mengabdi pada kepentingan agresor.

 

Kalau kita percaya pada Brad Sampson, Jeffrey Winters, dan John Pilger, dan kita perhatikan serta ikuti terus sikap satu kelompok tertentu, kiranya jelas bahwa kelompok pakar ekonomi yang dijuluki “the Berkeley Mafia” adalah kelompok kroni dalam bidang ekonomi dan keuangan. Lahirnya kelompok tersebut telah dikemukakan dalam studi Brad Sampson yang tadi saya kutip. Pengamatan saya sendiri juga membenarkan bahwa kelompok itu menempatkan dan memfungsikan diri sebagai kroni kekuatan asing.

 

Yang paling akhir menjadi kontroversi adalah sikap beberapa menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu terhadap uluran tangan spontan dari beberapa kepala pemerintahan beberapa negara Eropa penting berkenaan dengan bencana tsunami. Baru kemarin media massa penuh dengan komentar minor mengapa tim ekonomi pemerintah utang lagi dalam jumlah besar sehingga jumlah stok utang luar negeri keseluruhannya bertambah? Ini sangat bertentangan dengan yang dikatakan selama kampanye presiden dan juga dikatakan oleh para menteri ekonomi sendiri bahwa stok utang akan dikurangi. Berdasar pengalaman, saya yakin bahwa kartel IMF yang memaksa kita berutang dalam jumlah besar supaya dapat membayar utang yang jatuh tempo. Buat mereka, yang terpenting memperoleh pendapatan bunga dan mengendalikan Indonesia dengan menggunakan utang luar negeri yang sulit dibayar kembali.

 

Mafia Berkeley

 

Mafia Berkeley adalah Organisasi Tanpa Bentuk (OTB). Mereka mempunyai atau menciptakan keturunan-keturunan. Para pendirinya memang sudah sepuh, yaitu Prof Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Soebroto, Moh. Sadli, J.B. Soemarlin, Adrianus Mooy, dan masih sangat banyak lagi. Yang sekarang dominan adalah Sri Mulyani, Moh. Ikhsan, Chatib Basri, dan masih banyak lagi. Mereka tersebar pada seluruh departemen dan menduduki jabatan eselon I dan II, sampai kepala biro.

 

Ciri kelompok itu ialah masuk ke dalam kabinet tanpa peduli siapa presidennya. Mereka mendesakkan diri dengan bantuan kekuatan agresor. Kalau kita ingat, sejak akhir era Orde Lama, Emil Salim sudah anggota penting dari KOTOE dan Widjojo Nitisastro sudah sekretaris Perdana Menteri Djuanda. Widjojo akhirnya menjabat sebagai ketua Bappenas dan bermarkas di sana. Setelah itu, presiden berganti beberapa kali. Yang “kecolongan” tidak masuk ke dalam kabinet adalah ketika Gus Dur menjadi presiden. Namun, begitu mereka mengetahui, mereka tidak terima. Mereka mendesak supaya Gus Dur membentuk Dewan Ekonomi Nasional. Seperti kita ketahui, ketuanya adalah Emil Salim dan sekretarisnya Sri Mulyani.

 

Mereka berhasil mempengaruhi atau “memaksa” Gus Dur bahwa mereka diperbolehkan hadir dalam setiap rapat koordinasi bidang ekuin. Tidak puas lagi, mereka berhasil membentuk Tim Asistensi pada Menko Ekuin yang terdiri atas dua orang saja, yaitu Widjojo Nitisastro dan Sri Mulyani. Dipaksakan bahwa mereka harus ikut mendampingi Menko Ekuin dan menteri keuangan dalam perundingan Paris Club pada 12 April 2000, walaupun mereka sama sekali di luar struktur dan sama sekali tidak dibutuhkan. Mereka membentuk opini publik bahwa ekonomi akan porak-poranda di bawah kendali tim ekonomi yang ada. Padahal, kinerja tim ekonomi di tahun 2000 tidak jelek kalau kita pelajari statistiknya sekarang.

 

Yang mengejutkan adalah Presiden Megawati yang mengangkat Boediono sebagai menteri keuangan dan Dorodjatun sebagai Menko Perekonomian. Aliran pikir dan sikap Laksamana Sukardi sangat jelas sama dengan Berkeley Mafia, walaupun dia bukan anggotanya. Ada penjelasan tersendiri tentang hal ini. Presiden SBY sudah mengetahui semuanya. Toh tidak dapat menolak dimasukkannya ke dalam kabinet tokoh-tokoh Berkeley Mafia seperti Sri Mulyani, Jusuf Anwar, dan Mari Pangestu, seperti yang telah disinaylir oleh beberapa media massa.

 

 

Kwik Kian Gie

Jawa Pos edisi Selasa, 16 Agt 2005

3. INDAHNYA BEGAWAN POLITIK SOEHARTO DALAM MENAKLUKAN REFORMASI

March 19, 2007

Reformasi palsu

Ketika terjadi reformasi, Suharto dengan tenang, aman, nyaman dan tentram tetap bercengkerama di jl. Cendana bersama anak cucunya, ini sungguh luar biasa! Para politisi dan profesor dari Luar Negeri sampai tidak habis herannya, mereka meminta bangsa Indonesia untuk secara cerdas, kritis dan analitis untuk mendalami hal ini mengingat fakta sejarah didunia mengatakan bahwa jatuhnya rezim diktator atau koruptor selalu dibarengi dengan lima faktor reformasi sbb.:

a) kaburnya penguasa ke luar negeri atau terbunuh

b) partai pendukung utamanya dibubarkan

c) militer kembali ke barak

d) ada repatriasi/pengembalian harta rampokan presiden, keluarga, dan kroninya kepada negara.

e) terjadi pergantian regim: baik manusianya, sistemnya, dan perangkat organisasinya

 

Marilah kita simak reformasi palsu yang terjadi di Indonesia berdasar fakta diatas:

a) Soeharto dkk. tetap aman dan tentram di istananya, jl. Cendana

b) Partai GOLKAR tetap jaya raya hingga kini, dan semua perangkat organisasi penting regim ORBA untuk politisasi praktis tak tersentuh, seperti: MUI, KORPRI, Dharma Wanita, dst.

c) Militer tetap rajin berpolitik bahkan menyusupi hampir setiap partai politik, bisnis TNI/POLRI yang menghancurkan ekonomi bangsa tetap sulit dibrantas. Mereka juga masih mendominasi birokrasi dan mass media informasi.

d) Harta rampokan regim Soeharto masih parkir dengan aman di bank2 luar negeri (saran: bacalah buku “Korupsi Kepresidenan” Karya George Adi Tjondro yang luar biasa bagus). Harta rampokan ini, ratusan trilyun rupiah, adalah modal yang baik untuk money politics dan untuk membeayai berbagai kekacauan di bumi nusantara.

e) Soeharto justru diperkenankan menunjuk Habibie sebagai penggantinya (mana ada di negara lain, diktator direformasi dibolehkan menunjuk pengganti?).

 

Penunjukan Habibie merupakan titik balik sejarah dan awal dari segala mala petaka bangsa Indonesia. Kelima point ini terjadi dikarenakan kepiawaian regim Soeharto dalam menyusupi gerakan reformasi, salah satu pimpinan reformasi adalah kader sejati Soeharto yang telah lama dipersiapkan dan sengaja diselundupkan, maka jadilah reformasi palsu seperti kita alami ini. Persamaan mathematik reformasi di Indonesia sungguh kayal dan irasional, persamaan itu adalah: Orde Reformasi = Orde Baru cukup dikurangi satu Soeharto saja! Regim ORBA adalah ibarat rangkaian seratus gerbong kereta api Argo Bromo, kemudian melalui reformasi semu, yang turun baru satu masinis saja, yaitu Soeharto, sedangkan penumpang lainnya masih mendominasi semua gerbong. Regim Orba minus Soeharto masih mendominasi tatanan bisnis, birokrasi dan perpolitikan di Indonesia (terutama oknum petinggi militer/polri dan Golkar). Model persamaan matematik tidak logis ala Indonesia, telah menjadi bahan lelucon politik internasional yang disebut: “Mati Ketawa Ala Indonesia”. Mana ada suatu kantor yang bejat dan korup dapat berubah baik hanya karena ganti satu orang saja, yaitu kepala kantornya? Lalu siapakah tokoh reformasi palsu yang diselundupkan regim Soeharto ini? Megawati? Gus Dur? Ataukah Amien Rais? Saat artikel ini dibahas dan ditulis (Maret 2007), kekuatan regim bablasan (penerus) Orba sudah kembali sehat, kuat dan sejahtera. Jadi, masyarakat mohon sadar akan serangkaian pemalsuan sbb: sejarah 1965 dipalsukan, Supersemar dipalsukan, sejarah serangan umum di Yogya dipalsukan, reformasi dipalsukan, BPPN dipalsukan justru untuk menyelamatkan regimnya, data2 statistik negara dipalsukan demi justifikasi kebijaksanaan pemerintah, dan masih banyak kepalsuan ciptaannya, inilah “INDAHNYA BEGAWAN POLITIK SOEHARTO DALAM MEMPERDAYAI BANGSANYA”.

 

Berkelit dari himpitan USA dan kaum reformis

 

Pada sekitar tahun 1990 an, Soeharto menyadari kesalahan bahwa ia telah hampir 30 tahun menggadaikan bangsanya ketangan USA dkk. Seperti Sadam Husein dan Osama Bin Laden yang berbelok 180 derajat dari boneka menjadi musuh USA. Disamping itu, Regim Soeharto (regim Orba, regim militer) sudah terdesak oleh kaum reformis (cendekiawan kampus). Cara teraman dari tekanan USA dan kaum reformis adalah menggunakan politisasi agama terutama politisasi Islam sebagai agama mayoritas. USA, yang dipenuhi pemenang hadiah Nobel dan orang Yahudi yang cerdas, menyadari strategi Soeharto. Maka digunakanlah alat internet untuk menembus dominasi mass media dalam negeri Indonesia yang dikuasai regim ORBA; antara lain dibuatlah web site Apa Kabar yang dikelola John McDougall dari Maryland USA. Ingat, s/d sekarang musuh paling ditakuti oleh setiap regim militer/diktator diberbagai negara adalah internet, mengingat internet tidak bisa dikontrol. Melalui web site ini, para cerdas-cendekia di Indonesia dicerahkan dan disadarkan tentang berbagai strategi Soeharto untuk berkuasa selama 30 tahunan. Artikel berbobot itu silih berganti muncul dan berasal dari para pakar politik tentang Indonesia, misal: Ben Anderson, Wiliam Lidle, Jeffry Winters, Harould Crouch, Gus Dur, Arief Budiman, M. Prabot Tinggi, George Adi Condro, Budiman Sudjatmiko, dst. Berkat artikel berbobot ini, maka percepatan reformasi terjadi dengan pesat sekali. Setelah selesai mempersiapkan manusianya, maka jago pakar politik keuangan USA dengan cerdik meluluh lantakan regim Soeharto (yang dianggap telah membangkang USA) dengan cukup membanting nilai tukar rupiah, puncaknya: 1 $ = Rp. 16.000,-. Hancurlah regim Soeharto, namun ia tetap dengan lihai tuk menyelamatkan diri! Setelah regim Soeharto runtuh, media internet Apa Kabar pun dihentikan dengan alasan kekurangan biaya dan man power. Sungguh licik dan hebooaaat ya para politisi sekaliber pemenang Nobel di USA dalam menggulung regim didikannya yang membangkang! Walau gagal melepaskan diri dari USA dkk., berkat politisasi agama, regim Soeharto memang selamat dari reformasi; namun dengan ongkos bangsa yang besar sekali, yaitu berupa hasil sampingan: Indonesia saat ini masuk sekaligus dua mulut: harimau dan buaya! Dengan strategi save exit ini, Indonesia seolah-olah ingin dilepaskan dari mulut harimau (USA dkk.), namun hendak dimasukan ke mulut buaya (Arab/Timur Tengah). Indonesia s/d saat ini (2007) adalah kembali menjadi ajang pertempuran ideologi antara: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. Sedangkan antara tahun 1960 s/d 1965 Indonesia menjadi ajang pertempuran antara kapitalis (USA) lawan komunis (Rusia, China). Pada dasarnya, Indonesia tak pernah merdeka, ia terus dibawah kekuasaan asing atau sekedar jadi ajang pertempuran ideologi besar dunia atau penjajahan ekonomi.

 

Jurus indah reformasi palsu regim Soeharto

 

Begawan Politik Soeharto sungguh sulit dicari tandingannya dalam mengerjain (mempermainkan) bangsanya sendiri secara amat sangat licik. Senjata utama beliau bersama regim adalah: susupi dan tunggangi lawan, tipulah dan bodohilah bangsamu – kalau menipu jangan tanggung-tanggung (maling teriak maling) bahkan kalau bisa, tipulah Tuhanmu melalui politisasi agama, kedua kuasailah media informasi negara, ketiga buatlah jaringan politik/mafia preman dari Sabang s/d Merauke, keempat gunakan bunga uang hasil merampok negara (yang tersimpan aman dan rapi di luar negri) untuk money politics, keempat kuasailah militer dan polisinya . Berikut ini dijelaskan secara detail jurus politisasi agama dan money politics regim Soeharto (Orba):

– Dijaman Soeharto (Orba): agama diperalat untuk menggaet suara pemilih disaat Pemilu, misalnya saja penyalahgunaan dai Zainudin MZ yang sengaja sering ditampilkan di TV, kemudian sengaja digelari “Dai Sejuta Umat” agar rakyat mudah terpikat. Jurus ini disebut “politik kambing putih”. Setelah populer, dai ini dibawa safari Ramadhan oleh menteri Harmoko untuk menipu rakyat demi kemenangan GOLKAR. Memenangkan suara pemilu suatu daerah diuamakan melalui para ulamannya. Semenjak regim ORBA s/d saat ini para kyai dan ulama terus diperebutkan oleh politikus untuk menjadi sekedar alat politik. Oleh regim Suharto, para ulama busuk ini dibuatkan wadah yang dinamai MUI. Oleh orang bijak, kata MUI lebih tepat kalau diterjemahkan sebagai Majelis Ulama Istana (atau alat penguasa). Sampai dengan saat ini MUI diberikan income yang sangat besar sekali yaitu melalui labelisasi halal/haram semua makanan (semestinya Badan POM). Sebagai pembanding, Probo Sutejo, paman Soeharto, berawal dari guru SMA, diberikan kekuasaan labelisasi cengkeh, maka jadilah ia trilyuner; Probo mampu menyuap Rp. 16 milyar ke pada hakim agung di MA! Apalagi labelisasi halal-haramnya makanan! Saat ini adalah sulit untuk membedakan antara ceramah agama dan ceramah politik seorang ulama. Baru Gus Dur saja (saat itu sebagai presiden) yang berani memarahi para ulama di MUI, dan saat itupun disiarkan secara langsung di TVRI! Gus Dur menandaskan bahwa para ulama ini adalah para pengejar harta dan kekuasaan.

– Ketika regim militer sudah terdesak oleh kaum intelektual kampus, maka Habibie bersama para Jendral (Hartono, Ahmad Tirtosudiro, mbak Tutut, dsb.) mendirikan ICMI di Universitas Brawijaya Malang guna menarik simpati dan mengelabui kaum intelektual. ICMI menjadi begitu populer saat itu, lalu dibuat policy bahwa masuk ICMI adalah kunci jabatan birokrasi yang tinggi. Tak heran, saat itu, banyak Profesor dan Doktor terpikat masuk ICMI terbius tuk menduduki jabatan birokratis yang tinggi. Hal ini paling tidak menandakan adanya: kebutaan politik dan tingginya napsu manusiawi (harta dan kedudukan) para ilmuwan Muslim. Disini agama dipakai untuk menjaring, membius dan mengelabui cendekiawannya sendiri demi save exit regim ORBA. Jurus ini disebut “menjaring ikan gurami yang mabuk cap jay”, hebat bukan? Ini juga bukti bahwa agama mempunyai potensi memabukan manusia sampai rasio manusia mengalami kemunduran luar biasa.

– Seiring dengan ICMI, Suharto juga mengganti para menterinya yang semula berwajah Nasionalis menjadi bernuansa Arab-Islami demi mengambil hati umat Islam guna menyelamatkan regim militer dan ORBA. Para menteri keturunan Arab tsb. adalah: Marie Muhamad, Ali Alatas, Saleh Affif, Fuad Hasan, Bedu Amang, Fuad Bawazir, dsb. Kemudian mbak Tutut Suharto yang cantik dan seksi ke Mekah naik haji, dan sepulangnya dari Arab, beliau memakai jilbab. Bob Hasan pun berganti nama menjadi Muhamad Hassan. Sebelumnya, Suharto telah mengobral uang rakyat sebanyak 700 trilyun rupiah ke etnis Tionghoa yang nakal lewat BLBI (banyak Chinese yang baik, namun regim Suharto yang jahat lebih suka memilih yang hitam). Dengan demikian, regim ORBA ingin berganti baju, yang dulu: militeristik, pro nasionalis (dengan think-thank CSIS), dekat dengan Tionghoa, dekat dengan USA/IMF, dan terkesan menindas Islam, menjadi pro Islam atau bahkan ingin mengesankan diri sebagai pembela Islam, menjauhi Tionghoa dan Barat. Regim ORBA saat itu memang sudah diambang kejatuhan, maka strategi terjitu adalah politisasi agama. Disini agama dipakai untuk: meninggikan etnik keturunan (Arab), menipu para cendekiawan Muslim, meremehkan suku dan budaya asli bangsa sendiri (Jawa), memprovokasi anti Barat, dan menipu rakyatnya sendiri. Jurus ini disebut “bidadari bersolek diri”! Bagus bukan?

– Seminggu sebelum tragedi Mei 1998 yaitu pembantaian/perkosaan umat Tionghoa di Jakarta dan Solo, yang didalangi Wiranto dan Prabowo (masih perlu dikonfirmasi!) dengan operator RPKAD dan Pemuda Pancasila, para provokator telah diinstruksikan untuk menulisi rumah2 penduduk dengan kata2 bernuansa SARA yaitu:”Milik Pribumi Muslim”. Dengan demikian, para oknum jendral AD tsb. berusaha mengadu domba agama Islam dengan etnis Tionghoa. Nampak bahwa regim Suharto/militer ingin mengalihkan tanggung jawab salah urus negara kepada etnis Tionghoa (direpresentasikan oleh konglomerat hitam), selain itu juga ingin membuat citra bahwa umat Muslim layak marah kepada etnik Tionghoa. Padahal hampir semua bisnis militer, politisi dan pejabat tinggi kebanyakan dijalankan oleh konglomerat hitam Tionghoa (sekali lagi, di Indonesia tercinta ini jauh lebih banyak Tionghoa yang baik, bijak dan pandai daripada yang “hitam”, dan jika mereka ini dipakai secara baik dan benar, maka seperti Hongkong, RRC, Tiwan, Singapore, Malaysia, dan Thailand, Indonesia akan maju pesat). Manusia Jawa lalu merasa: dianaktirikan (apalagi dibunuhi dijaman 1965) dan Tionghoa dianak emaskan (diberi BLBI 700 trilyun); sebaliknya manusia Tionghoa merasa: dianaktirikan (dilarang masuk PNS, diperkosa dan dilecehkan saat tragedi Mei 98, penindasan budaya, serta adanya persyaratan SKBRI) dan pribumi dianak emaskan (misalnya: diberi kesempatan lebih besar menjadi PNS); kemudian menjelang reformasi, keturunan Arab dianak emaskan. Dimulai semenjak regim Suharto, hubungan pribumi dan Tionghoa menjadi tidak harmonis bahkan cenderung saling curiga; demikian pula antara Jawa dan non luar Jawa (adanya sentralisasi mengakibatkan luar Jawa jauh tertinggal). Disini agama dipakai untuk adu domba, divide et’ impera (pemecah belah), kerusuhan, perkosaan bahkan pembantaian etnis. Jurus ini disebut “melempar tanggung jawab, memotong kambing hitam”. Luar biasa bukan?

– Ketika Akbar Tanjung diadili masalah penyelewengan dana Bulog, ia berdalih bahwa uang itu telah disalurkan ke yayasan Islam yang disebut Rudhatul Janah guna mengentaskan kemiskinan; padahal uang itu dipakai untuk mendirikan berbagai partai politik agar PDIP saat itu tidak menang mutlak. Para politisinya (terutama militer) lalu disusupkan kesemua parpol, bahkan termasuk PDIP! Bila saat itu tetap hanya ada tiga partai, PDIP menang mutlak, pastilah regim ORBA sudah musnah! Salah satu partai politik yang didanai adalah PAN. Jurus penggunaan agama untuk bersembunyi dan sekaligus untuk ditunggangi disebut “bertengger dan bersenyum di jendela masjid”, cerdik bukan?

– Ketika terjadi reformasi, Suharto dengan tenang, aman, nyaman dan tentram tetap bercengkerama di jl. Cendana bersama anak cucunya, ini sungguh luar biasa! Para politisi dan profesor dari Luar Negeri sampai tidak habis herannya, mereka meminta bangsa Indonesia untuk secara cerdas menganalisa hal ini mengingat fakta sejarah didunia mengatakan bahwa jatuhnya rezim diktator atau koruptor selalu dibarengi dengan lima faktor reformasi (sudah diterangkan diatas sendiri). Satu lagi hal yang paling tidak masuk akal adalah Soeharto justru diperkenankan menunjuk penggantinya yaitu Habibie (mana ada diktator direformasi dibolehkan menunjuk pengganti?). Penunjukan Habibie merupakan titik balik sejarah dan awal dari segala mala petaka bangsa Indonesia. Memang sayang sekali, bangsa ini baru terlelap tidur sehingga otaknya tidak mampu menganalisanya. Para kaum genius politik (terutama pengamat politik luar negeri, akademisi kampus) mengatakan bahwa disamping Suharto mendapat jaminan keamanan dari kelompoknya (TNI AD lewat Jendral Wiranto dan Prabowo), Suharto juga mendapat jaminan keamanan dari salah seorang tokoh reformasi yang berhasil diselundupkannya… hebat bukan? Dalam politik, cara terbaik melumpuhkan lawan adalah strategi penyusupan (ingat dimasa ORBA: berapa kali PDI disusupi dan dipecah belah dari dalam). Siapakah diantara ketiga tokoh reformasi (Mega, Gus Dur, atau Amien Rais) yang merupakan tokoh selundupan itu? Para genius politik menandaskan bahwa ia adalah Doktor Amien Rais, warga keturunan Arab asal Solo, sahabat lama Prabowo jauh hari sebelum reformasi (Prabowo = menantu Suharto); jadi regim Suharto sudah lama mempersiapankan strategi penyusupan Reformasi. Amien Rais, kader brilian ICMI, kemudian pura-pura bentrok dengan ICMI, keluar dari ICMI dan menyelundup sebagai tokoh reformasi. Bukti lain bahwa Amien Rais adalah antek Suharto terlihat jelas dari gerak zig-zagnya. Saat itu, media informasi seperti TV, radio, dan koran masih didominasi regim ORBA, namun Amien Rais “dikambing putihkan” dengan cara banyak dimunculkan di media informasi. Jurus ini disebut “menyelundupkan monyet diantara kambing tengik”, cerdik bukan? Ingat, hanya orang dekat saja yang dapat dan sering tampil di media massa, apalagi TV! Regim bablasan Orba s/d saat ini adalah paling banyak menguasai media informasi.

– Dengan cerdik dan licik, Golkar mengetahui bahwa tidak akan bisa memenangkan pemilu, dipilih strategi pelipat gandaan jumlah parpol (terutama berbasis Islam) dan penyusupan di setiap parpol oleh politikus ORBA (terutama petinggi militer), maka walau kalah dalam Pemilu sehingga tidak dapat menguasai eksekutip, namun Golkar tetap dapat menguasai legislatip (koalisi parpol baru dengan para penyelundup diberbagai Parpol). Dengan demikian kekuasaan dan semangat Orde Baru telah dipindahkan dari istana presiden ke gedung parlemen di Senayan. Dengan dominasi ini, tidak heran bila Amien Rais (ketua PAN) sebagai reforman selundupan dengan mudah berhasil dipilih dan didudukan sebagai ketua MPR, sungguh luar biasa taktik regim Soeharto! Kemudian, dengan kelicikan lagi, dilakukan amandemen UUD 1945 tahun 1999 yang dibikin(-bikin), maka kekuasaan pembuatan undang-undang menjadi dipindahkan dari istana negara ke gedung parlemen di Senayan. Negara menjadi berat di legislatip daripada eksekutip. Saat itu (jaman Gus Dur dan Mega), presiden boleh dikata hanya menjadi bulan2an DPR.

 

Tugas Khusus Amien Rais dkk.

 

Sebagai reforman selundupan dan bayaran dengan tujuan justru untuk menyelamatkan regim Orba, maka Amien Rais dkk. secara cerdik membelokan arah reformasi dengan cara:

a) Ketika Suharto dengan seenaknya/inkonstitusional (“Kebijakan”) menunjuk Habibie sebagai penggantinya, maka kaum intelektual kampus dan para mahasiswa menolak Habibie (Hbb) dan ingin menurunkannya, Amin justru melindungi Hbb dengan himbauannya agar Hbb diberi kesempatan tuk memimpin reformasi dan Amin sanggup menjadi sparing partnernya apabila Hbb menyeleweng. “Kebijakan semu” ini hingga hari ini menyisakan multiplikasi persoalan berlarut-larut yang semu dan tak berujung pangkal karena semua keadaan tiba-tiba berada dalam gerakan darurat yang tumpang tindih, simpang siur, tanpa pernah diusut benang merah sebab-musabab persoalannya.

b) Akhirnya PDIP menang pemilu, namun tidak bisa menang mutlak karena partai peserta Pemilu disengaja banyak sekali dan terjadi penyusupan (ini strategi devide et impera: susupi dan pecah belah). Mengingat regim ORBA masih merasa ragu & takut sekali apabila Megawati menjadi presiden (siapa tahu Mgwti, anak Sukarno, akan balas dendam thd regim Suharto) maka perlu kelicikan untuk menjegal Mega, Amien pun menjadi dalangnya dengan membentuk poros tengah yang bernuansa Islami dan dengan jargon “Wanita belum bisa diterima oleh ulama Islam sebagai presiden”. Gus Dur yang dianggap kurang berbahaya terhadap regim ORBA dinaikan menjadi presiden (walau dari persyaratan kesehatan jasmani jelas2 tidak mungkin ia menjadi presiden sebab buta; namun saat itu hanya Gus Dur yang dapat menandingi kepopuleran Megawati).

d) Ketika dalam perjalanannya sebagai presiden, Gus Dur ternyata dianggap membahayakan regim Orba, maka Amin Rais kembali beraksi lagi melalui MPR/DPR dan berhasil menjatuhkan Gus Dur. Gebrakan gus Dur yang membahayakan regim Orba misalnya adalah: membubarkan Deppen dan menetralkan LKBN serta TVRI (senjata informasi paling canggih regim Orba, pembius dan pembodoh rakyat), ingin menghapus TAP MPRS ’66, pemulihan hak kebudayaan etnis Tionghoa, serta diangkatnya Baharudin Lopa menjadi Jaksa Agung. Amien dkk. sebagai antek regim ORBA kembali beraksi, Gus Dur di skak mat dengan skandal yang disebut Brunei Gate, Gus Dur tumbang ditengah masa jabatannya, walau begitu ia adalah presiden yang cerdas dan dianggap “blessing in disguise”, banyak perubahan positip dijaman beliau. Sedangkan Baharudin Lopa dilenyapkan seperti nasib Munir, tokoh pembela HAM. Regim Orba memang pakar dalam culik-menculik, menghilangkan orang, dan bunuh-membunuh serta adu domba sesama anak bangsa. Pengakuan/pertobatan ki Gendeng Pamungkas, si pembunuh bayaran yang sering disewa keluarga Cendana dan para jendral untuk mengeliminasi musuh politik, dalam suatu vcd yang mudah didapat dipasaran adalah salah satu bukti nyata (demikian pula Ki Joko Bodo, tukang santet dan pembunuh bayaran yang kaya raya sekali). Termasuk yang dieliminir oleh regim Soeharto adalah: Soekarno, para mahasiswa idealis, Munir, serta jendral bersih dan cerdas Agus Wirahadikusumah, Baharudin Lopa, dan Juanda – pengamat intelijen/militer yang juga diperkirakan dihabisin di Paris (2006). Sedangkan pembunuhan massal, biadab dan membabi buta oleh regim militer ini adalah pada pembantaian PKI 1965, kerusuhan Dili di Timor Timur, pembantaian/pelecehan etnik Tionghoa 1998.

e) Ditahun 2004, Gus Dur ngotot ingin jadi calon presiden lagi; namun karena tidak dibutuhkan lagi oleh regim ORBA (untuk menjegal Megawati), maka cacat matanya dipermasalahkan, kali ini tidak ada lagi yang membelanya! Megawati yang sudah bisa dijinakan dan mulai dekat dengan militer akhirnya direstui tuk jadi presiden.

g) Kemudian, dalam salah satu pidatonya, Amin Rais menandaskan untuk tidak mengungkit-ungkit lagi Soeharto dengan alasan usia dan sakit; padahal Soeharto dkk. itu kunci keadilan, kunci KKN, kunci masalah dan pelurusan sejarah, kunci harta rampokan yang ada di bank2 L.N; Soeharto adalah sumber dari segala sumber malapetaka Indonesia (bagaikan Hitler bagi Jerman); jadi sebaiknya Soeharto diadili dulu, mengakui bersalah, harta rampokannya dikembalikan, barulah diampuni. Kasus terakhir, bulan Maret 2006, AM Fatwa dari PAN menjenguk Tommy Suharto dengan alasan kemanusiaan, diperkirakan ini adalah bagaikan balas jasa PAN atas pendanaan awal partai PAN oleh regim Soeharto, serta mengingat menguatnya kembali regim militer (kembali USA ingin dibelakang militer lagi). Dalam gerakan zig-zag si reforman palsu ini (Amin Rais), ia bagaikan mendapat dukungan resmi dan restu dari induk organisasinya yaitu Muhammadiah. Sampai dengan saat ini Amien Rais beserta petinggi ICMI, HMI, KAHMI, dan MUI sudah tidak pernah lagi mengusik Suharto beserta kroninya, karena mereka sudah kenyang akan keduniawian: kekuasaan dan materi/uang.

 

Jurus obok-obok bangsa sampai mabok

 

Reformasi palsu yang terjadi namun diterima oleh sebagian besar masyarakat yang kurang kritis dan cerdas pun perlu dikacaukan, agar rakyat membenci reformasi dan kembali rindu kepada regim Soeharto. Beberapa jurus obok2 regim bablasan ORBA adalah sbb.:

– Regim Orba dan regim militer (para oknum Jendral TNI AD, khususnya KOPASUS) menyadari bahwa rasa damai dan aman adalah kebutuhan mendasar manusia. Maka mereka mendanai, mengorganisasikan, dan menggerakan berbagai kerusuhan di bumi Nusantara, terutama menggunakan atribut Islam, misal Front Pembela Islam. Seringkali kerusuhan dan adu domba di Nusantara di outsourcingkan (disubkontrakan, politik pinjam tangan) kepada pihak ketiga (misalnya Pemuda Pancasila, Laskar Jihad, FPI, dst) melalui makelar, kemudian makelarnya dibinasakan. Sebagai contoh, kasus dukun santet di Banyuwangi; otaknya di Jkt (pada umumnya petinggi militer), pelaksananya preman2 luar Jkt dan luar Bwi; setelah sukses, makelarnya dihabisin, sehingga benang merah koneksi antara otak di Jkt dan pelaksana di BWI terputus; jadilah kasus itu sekedar kasus lokal, pejabat busuk di Jkt seolah-olah tidak terlibat. Demikian pula kerusuhan di Ambon, Pontianak, Poso, dst. adalah ulah mereka. Sebenarnya untuk menangkap otaknya/pendananya, cukup mudah sekali, cukup melacak aliran dana di Bank dan menyadap via telepon serta internet; namun Badan Intelijen (BIN) tidak melakukannya, mengingat BIN selama ini justru menjadi alat militer tuk berkuasa; musuh BIN yang terutama adalah justru manusia Indonesia yang baik dan idealis (bukan musuh dari luar). Pensiunan BrigJen Sumarsono, waktu itu Sekjen PBSI, ditangkap dengan milyaran rupiah uang palsu. Para pengamat politik supercerdas langsung tahu bahwa uang palsu itu untuk membayari para preman perusuh; jadi ada maksud untuk sekaligus mengacau keamanan (kerusuhan) dan mengacau ekonomi (uang palsu), luar biasa liciknya para oknum jendral AD itu. Dengan diciptakannya berbagai kerusuhan, patahlah kepercayaan rakyat pada “Reformasi” (palsu), dan rakyat rindu pada regim militer lagi. Jadi regim Orba sungguh licik, sudah palsu, masih diobok-obok sampai mabok, setelah rakyatnya tak tahan mabok, lalu rindu kembali kepada regim Soeharto. Berbahagialah kita yang terus terjaga dan sadar bahwa s/d saat ini yang berkuasa adalah regim bablasan Orde Baru, bahwa reformasi adalah palsu seperti sejarah G30S!

– Para oknum jendral AD di Mabes Cilangkap memang pintar, mereka selalu berada diantara bandul jam “radikal dan nasionalis”. Ketika mereka terdesak oleh kaum Nasionalis, maka kaum radikal sengaja dibesarkan/dihidupkan, dengan demikian kaum Nasionalis jadi keder nyalinya; sebaliknya bila regim Militer terdesak kaum radikal Islam, maka regim militer akan berbalik ke kaum Nasionalis untuk bersama-sama menghabisi kaum radikal. Dengan strategi ini, para oknum pejabat militer akan selalu berada diatas dan mendapatkan dana pengamanan yang luar biasa (baik dari negara maupun dari kaum minoritas yang kaya raya), demikian pula bisnis pengamanan tambang2 modal asing seperti di Free Port dan LNG Arun, bisnis keamanan sungguh luar biasa besarnya, sampai para jendralnya dapat menjadi milyader atau trilyuner di tengah bangsanya yang miskin.

– Dalam pemilu terakhir yang dimenangkan SBY, regim militer mensponsori dan menggunakan PKS (dari mana dana partai gurem ini? Ini mirip dengan kasus pendirian PAN). Pada saat kampanye, partai reformis selain PKS, hampir tidak pernah di cover di televisi, sebaliknya PKS terus-terusan dimunculkan di mass media. Politik kambing putih kembali dilakukan. Kalau dulu militer memakai PAN dan menokohkan Amien Rais, maka kali ini mereka menggunakan PKS dan memakai Hidayat Nur Mahmudi. Akhirnya HM Mahmudi menjadi ketua MPR (dengan agenda terselubung), persis seperti Amien Rais. Pemilu waktu itu didominasi oleh: rebutan para kyai (bukan para intelektual), rebutan sultan (Yogya/Solo/Cirebon), ziarah ke makam2 dan berdangdutan; nuansa keilmuan, kampus, science tidak ada sama sekali! Memang benar, reformasi tidak akan terjadi bila media informasi dikuasai regim ORBA.

– Beberapa hari sebelum pemungutan suara pada pemilu presiden 2004, bom sengaja diledakan di depan Kedubes Australia. Saat pemungutan suara, TV BBC Inggris mewancarai seorang pencoblos, pencoblos itu mengatakan tidak mau memilih Megawati lagi dengan alasan banyaknya bom yang meledak, terutama yang barusan meledak di kedubes itu. Itu adalah salah satu faktor penentu kemenangan militer kembali. Sungguh jitu strategi para oknum Jendral AD ini! Kemudian, pengebomnya berhasil dibekuk, padahal strategi ini buatan mereka sendiri (memakai radikal Islam)! Jadi sekali tepuk mereka dapat tiga point: membisniskan keamanan, menang pemilu & rakyat tambah percaya pada militer (bisa membekuk pelakunya).

– Setelah pemilu, tokoh2 KPU (kebanyakan dari sivitas akademika UI) banyak dijadikan pejabat tinggi: menteri, staff mentri, dst. Setelah sekian waktu, diketahui bahwa di KPU banyak terjadi penyelewengan saat pemilu. Sayang sekali, partai besar seperti PDIP mendiamkan kasus ini, jujur dan adilkah pemilu saat itu? Otak orang cerdas mengatakan tidak! Ada konspirasi jahat di balik KPU!

 

Akibat fatal reformasi palsu

 

Politik devide et impera (memecah belah) regim ORBA dengan menciptakan puluhan parpol baru (kebanyakan berisi preman) dan berbagai organisasi massa yang juga beranggotakan preman (demi politik pinjam tangan tuk melaksanakan kekerasan dan kerusuhan) agar PDIP tidak menang mutlak saat pemilu (setelah Soeharto jatuh), telah mengakibatkan negara dalam situasi buruk sekali. Badan legislatip (DPR/MPR), yudikatip dan eksekutip bagaikan dikuasai mafia preman (premanisme dalam negara, dengan koordinator/organisator para petinggi militer). Maka benarlah sinyalemen para ahli politik luar dan dalam negri bahwa persamaan mathematik reformasi palsu di Indonesia adalah: Orde Reformasi = Orde Baru cukup dikurangi satu Soeharto saja, plus munculnya permanisme di banyak parpol telah menjadikan situasi dan kondisi reformasi palsu jauh lebih jelek daripada saat regim Seharto.

 

Manusia yang cerdas dan kritis harus sampai pada kesimpulan sbb.: dijaman Soeharto, yang nakal dan merusak negara adalah Militer dan Golkar; disaat ini (2007, di era reformasi palsu) yang nakal dan merusak negara tidak hanya (masih) Militer dan Golkar, namun plus ulama, plus cendekiawan, serta plus preman2 predator bangsa (anggota parpol hasil rekayasa Orba, yang kini sudah terlanjur bercokol dan mendominasi lembaga legislatip, yudikatip dan eksekutip). Oleh sebab itu, tidak heran bila situasi dan kondisi bangsa lebih buruk daripada si-kon saat regim Soeharto, sehingga sementara orang yang buta huruf politik (iliterate) lalu merindukan kembalinya regim Soeharto; sungguh licik dan sangat merusak bangsa tindakan regim Orba itu!!! Jurus maling teriak maling seperti di jaman 1965 kembali dilakukan. Kalau dulu, kambing hitamnya adalah PKI; kalau sekarang kambing hitamnya adalah “reformasi” (yang palsu). Tak heran moralitas dan rasionalitas bangsa hancur; bangsa Indonesia tetap dalam status krisis multi dimensi, bahkan kemiskinan dan pengangguran semakin tinggi. Tuhan pun lalu sering mengamuk (banyak malapetaka), sebab melihat ulama dan cendekiawan Nya terusmenerus mempermainkanNya!

 

Dari sisi agama, bagi organisasi sebesar MUI, HMI, KAHMI dan ICMI yang terjebak menjadi alat regim ORBA, sungguh amat disayangkan; bagaimana moral bangsa tidak hancur, kalau ulama sebagai lambang moral dan cendekiawan lambang kecerdasan, kejujuran serta kebenaran telah diperalat oleh regim maha jahat yang telah membangkrutkan negara. Beberapa tokoh Islam moderat dan negarawan berseloroh: nabi para ulama MUI dan cendekiawan HMI, KAHMI dan ICMI adalah nabi Soeharto DUT (duit), bukan lagi nabi Muhammad SAW.

 

Pada saat tulisan ini ditulis (2007), kekuatan regim ORBA bagaikan telah pulih kembali. Dengan pulihnya mereka ini, maka penegakan keadilan dan penegakan hukum hampir tidak mungkin terjadi, sebab tokoh2 pelanggar HAM berat dan pelaku KKN kelas berat adalah para tokoh regim ORBA yang saat ini masih berkuasa baik di GOLKAR maupun di banyak partai (diselundupkan). Setiap usaha untuk memperbaiki bangsa dari sisi keadilan dan kebenaran dipastikan seperti membentur dinding, sebab pasti menabrak tokoh2 ini dulu – lalu proses berhenti disitu, maka hampir tidak mungkin sukses. Dengan lemahnya kualitas SDM politisi, ditambah banyaknya preman2 dalam parpol, serta sulitnya orang pandai-cerdas-bijak memasuki parpol (karena parpol bagaikan sudah dikunci dari dalam oleh Mafia preman), maka Indonesia saat ini benar-benar dalam genggaman para preman, Indonesia kini, boleh dikata, adalah dalam kondisi dijajah bangsanya sendiri!

 

Penutup

Berkat politisasi agama, akhirnya Suharto dan regimnya ternyata selamat, aman, tentram, dan sejahtera sampai saat ini; sedangkan bangsanya tetap dalam status krisis multi dimensi, bahkan kemiskinan dan pengangguran semakin tinggi. Disamping itu, bangsa ini lalu digendam dan dimabokan dengan agama; pertempuran ideologi Barat lawan Timur Tengah sangat meriah: dar … der .. dor … gleger … glegar … boommm, diseantero bumi Nusantara, rakyat yang tidak cerdas hanya bisa mlongo! Persis diramalkan sejahrawan internasional, Samuel Huntington dan Francis Fukuyama, akan terjadi “clash of civilization”, dan itu terjadi di Indonesia!

 

Ajaran yang dapat dipetik dari Begawan Politik Soeharto adalah: pertama susupi dan tunggangi, kedua kalau menipu jangan tanggung-tanggung (maling teriak maling): tipulah bangsamu – bahkan kalau bisa, tipulah Tuhanmu melalui politisasi agama, ketiga kuasailah media informasi negara, keempat buatlah jaringan politik seperti MLM (dari Jakarta s/d daerah misal sampai ke Free Port atau Balikpapan, kelima gunakan bunga uang hasil merampok negara (yang tersimpan aman dan rapi di luar negri) untuk money politics (membeli ilmuwan kampus, ulama, dan preman – yang saat ini murah sekali harganya). Dan yang paling penting (keempat) kuasai militer dan polisi; selama militer dan polisi masih berpolitik dan bisnis (tidak netral, tidak profesional, dan tidak terkendali) serta masih memihak regim Orba dan penerusnya, maka Indonesia tidak mungkin menjadi bangsa yang sehat, normal, baik, aman, tentram dan sejahtera, sebab regim/sistem yang dibangun lalu mirip regim militer terselubung.

 

Semoga ajaran Soeharto cepat berlalu seiring dengan akan cepat berlalunya dia dkk. (mati). Menurut pengamat politik asing, di Indonesia, yang nakal sekali justru generasi tuanya, bukan generasi mudanya, maka semoga mereka cepat berlalu. Dan kepada generasi penerus Indonesia, bangkit dan luruskanlah arah sejarah dan perjuangan bangsamu, pertinggi kecerdasanmu, jangan mau dikatakan tolol secara halus oleh bangsa lain! Mohon di camkan, reformasi palsu di Indonesia ini telah menjadi bahan lelucon politik internasional yang disebut: “Mati Ketawa Ala Indonesia”. Tolong selamatkan bangsa ini dengan menyebarluaskan artikel ini. Saran dan kritik anda kami harapkan. Selamat berjuang.

 

Kiriman dari:

Para Postgrad di Eropa plus Indonesianis

4. BOM BALI, POSO, dan AMBON: CLASH OF CIVILIZATION!

March 19, 2007

Bung Karno (BK) adalah tokoh internasional, tidak hanya nasional. BK, sebagai manusia yang tergolong jenius, mempunyai visi jauh kedepan sudah menetapkan bahwa Indonesia adalah: non blok, mandiri (berdikari: berdiri diatas kaki sendiri), bhineka tunggal ika (menghargai pluralisme), berazas Pancsila, dan tidak mau tergantung pada utang luar negeri (“Go to hell with your aids!”). Bersama RRC dan India (sahabat2 BK), mereka sanggup membuat dunia terkejut dengan gerakan non blok yang diawali dari konferensi Asia Afrika di Bandung. Sayang sekali, Soeharto dkk. melakukan pengkianatan terhadap negaranya sendiri, menusuk BK dari belakang, dengan cara melakukan konspirasi jahat bersama USA (via CIA+mafia Berkeley+mafia West Point, mohon baca artikel yang lain). Saat meletus G30S ditahun 1965, Indonesia dijadikan ajang pertempuran ideologi besar dunia, antara USA dkk (kapitalis) vs. Rusia dkk. (komunis), yang menang USA; sebaliknya di Vietnam, yang menang Rusia. Sejak saat itu, Indonesia menjadi negara boneka USA. Sebagai pemenang, regim militer dibawah Soeharto beserta USA dkk., menjadi kelompok yang paling menikmati kekayaan negara ini, dari Sabang hingga Merauke, dari gas alam di Aceh (LNG Arun) s/d Free Port di Irian, dan ini berlansung sejak 1965 s/d 1998 (32 tahun)! Maka boleh dikata sepertiga kekayaan bangsa telah jatuh ketangan asing, sepertiga jatuh ke regim Soeharto (militer + kroninya) di pusat Jakarta, hanya sepertiga untuk rakyat Indonesia.

 

Lamakelamaan Suharto mulai sadar bahwa negara RI telah ia gadaikan ke USA dkk., dan telah diperas habis2an oleh mereka. Seperti Sadam Husein dan Osama Bin Laden, Soeharto juga ingin melepaskan diri dari tekanan USA. Ketika itu regim ORBA juga sudah diambang kejatuhan akibat tekanan reformasi. Untuk melawan USA dan kaum reformis, maka strategi terjitu adalah politisasi agama (dalam hal ini agama Islam). Maka Suharto lalu mengganti para menterinya yang semula berwajah Nasionalis menjadi bernuansa Arab-Islami demi mengambil hati umat Islam guna menyelamatkan regim militer dan ORBA. Para menteri keturunan Arab tsb. adalah: Marie Muhamad, Ali Alatas, Saleh Affif, Fuad Hasan, Bedu Amang, Fuad Bawazir, dsb. Kemudian Soeharto dan para kroni naik haji, Soeharto menjadi Haji Muhamad Soeharto, Bob Hasan menjadi Haji Muhamad Hassan, sedangkan mbak Tutut Suharto yang cantik dan seksi sepulang dari Arab lalu memakai jilbab. Disamping itu, regim ORBA juga mendirikan ICMI dan memperkuat barisannya di MUI. Mulai sekitar 1990, boleh dikata Indonesia telah dialihkan dari ideologi Barat ke ideologi Timur Tengah (negara2 Arab).

 

Usaha regim Soeharto untuk melepaskan diri dari tuannya (USA dkk.) ternyata dapat digagalkan. Dengan demikian, Indonesia seolah-olah ingin dilepaskan dari mulut harimau (USA dkk.) namun gagal, kemudian terlanjur dimasukan mulut buaya (Timur Tengah). Regim Soeharto hingga kini memang selamat-sehat walafiat berkat politisasi uang dan agama; namun dengan efek sampingan yang parah sekali: Indonesia masuk sekaligus dua mulut: harimau dan buaya! Indonesia saat ini (2007) adalah kembali menjadi ajang pertempuran antara dua ideologi besar dunia: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama.

 

Akibat strategi “save exit” Regim Orba yang sukses diatas, negara Timur Tengah seperti mendapat angin! Indonesia lalu bagaikan diterpa badai gurun Sahara yang panas! Pemanfaatan agama (politisasi agama) oleh negara asing (negara2 Timur Tengah) untuk mendominasi kebudayaan setempat (Indonesia) mendapatkan angin bagus, bahkan menjadi begitu kuat dan begitu vulgarnya. Mengingat tambang minyak di Timur Tengah (TIMTENG) adalah terbatas umurnya, diperkirakan oleh para ahli bahwa umur tambang minyak hanya sekitar 15 tahun lagi, disamping itu penemuan energi alternatip akan dapat membuat minyak turun harganya, maka negara2 TIMTENG harus berjuang cepat dan sekuat tenaga dengan cara apapun untuk mendapat devisa dari alternatip lain, strategi termudah adalah politisasi agama Islam (mirip Soeharto dan Osama Bin Laden), sebab agama Islam, budaya Arab, dan bahasa Arab adalah sumber devisa dimasa depan yang menarik, misalnya melalui touristm berbasis agama alias ibadah haji, pendidikan agama dan kebudayaan berbasis Arab, dst. Dampak gelombang politisasi agama Islam dari negara TIMTENG/Arab sangat terasa sekali dengan banyaknya pergolakan di: Thailand selatan, Philipina, Afganistan, dan Indonesia (Ambon, Poso, Tangerang, Jawa Barat, dst). Di Indonesia, hal ini mudah dirasakan dengan terusiknya pluralisme atau Bhineka Tunggal Ika. Beberapa mahasiswapun ikut terbuai gerakan untuk mendirikan negara Islam Indonesia (NII); mereka berhasil di cuci otak dan dibaiat (sumpah) lalu menjadi mabok agama; nalar intelektual para mahasiswa ini bagaikan lenyap diterpa badai gurun Sahara! Tanpa merasa malu dan asing, mereka menjiplak persis budaya Arab, lalu mereka melupakan budaya sendiri! Beragama yang baik harus tetap secara bijak, nalar dan logik, harus dapat membedakan antara agama dan kebudayaan (sebagai pembungkusnya)! Tanpa harus menirukan/menjiplak kebudayaan Arab, Indonesia diperkirakan dapat menjadi pusat Islam (center of excellence) yang modern bagi dunia. Seperti pusat agama Kristen modern, tidak lagi di Israel, melainkan di Itali dan Amerika.

 

Sayang sekali, CLASH OF CIVILIZATION antar dua ideologi besar di dunia ini, yang sudah diramalkan oleh sejarahwan kelas dunia – Samuel Hutington dan Francis Fukuyama, kurang atau tidak dipahami oleh kaum cerdik-pandai terutama sivitas akademisi di PTN2 TOP, sepertinya banyak dari mereka yang justru terlibat, mungkin dikarenakan mabok/mendem agama – sehingga nalar menjadi sirna. Dar…der..dor…blung…bum, bunyi bom dan bedil dimanamana; dengan cukup Nordin Top, Basyir, Habib Riziq, dkk., mereka (negara asing) mampu mengobrak-abrik Indonesia dengan bebas dan perkasa, seolah-olah bangsa ini sudah tidak ada kejantanan dan wibawanya lagi. Polisi tak berkutik, sebab ada ‘militer hijau’ yang melindunginya. Dengan demikian, semenjak 1965 s/d detik ini (2007), bangsa Indonesia boleh dikata belum merdeka sepenuhnya! Visi-misi Bung Karno, yang non blok dan cinta budaya sendiri, seperti India dan RRC (negara sahabat BK, yang saat ini sedang menginjak menjadi negara adidaya), untuk menjadi negara yang mempunyai kepribadian sendiri dan mandiri, saat ini hanya tinggal kenangan… Indonesia sampai detik ini (2007) sekedar menjadi ajang pertempuran ideologi asing… Sungguh sayang seribu sayang. Dimanakah nalar, nurani dan kebijaksanaan bangsaku?

Anda punya solusi? Tolong sampaikan pada kami. Terima kasih.

 

Sumbangan dari Forum Religiositas Agama

di Yogyakarta dan Bali

 

5. MENGAPA KEBUDAYAAN JAWA MENGALAMI KEMUNDURAN YANG SIGNIFIKAN?

March 19, 2007

 

Pengantar

Manusia Jawa adalah mayoritas di Indonesia. Nasib bangsa Indonesia sangat tergantung kepada kemampuan penalaran, skill, dan manajemen manusia Jawa (MJ). Sayang sekali s/d saat ini, MJ mengalami krisis kebudayaan; hal ini disebabkan Kebudayaan Jawa (KJ) dibiarkan merana, tidak terawat, dan tidak dikembangkan oleh pihak2 yang berkompeten (TERUTAMA OLEH POLITISI). Bahkan KJ terkesan dibiarkan mati merana digerilya oleh kebudayaan asing (terutama dari timur tengah/Arab). Mochtar Lubis dalam bukunya: Manusia Indonesia Baru, juga mengkritisi watak2 negatip manusia Jawa seperti munafik, feodal, malas, tidak suka bertanggung jawab, suka gengsi dan prestis, dan tidak suka bisnis (lebih aman jadi pegawai).

Kemunduran kebudayaan Jawa tidak lepas dari dosa regim Orde Baru. Strategi regim Soeharto untuk melepaskan diri dari tuannya (USA dkk.) dan tekanan kaum reformis melalui politisasi agama Islam menjadikan Indonesia mengarah ke ideologi Timur Tengah (Arab). Indonesia saat ini (2007) adalah kembali menjadi ajang pertempuran antara: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. (mohon dibaca artikel yang lain dulu, sebaiknya sesuai no. urut)

 

Boleh diibaratkan bahwa manusia Jawa terusmenerus mengalami penjajahan, misalnya penjajahan oleh:

– Bs. Belanda selama 300 tahunan

– Bs. Jepang selama hampir 3 tahunan

– Regim Soeharto/ORBA selama hampir 32 tahun (Londo Ireng).

– Negara Adidaya/perusahaan multi nasioanal selama ORBA s/d saat ini.

– Sekarang dan dimasa dekat, bila tidak hati2, diramalkan bahwa Indonesia akan menjadi negara boneka Timur Tengah/Arab Saudi (melalui kendaraan utama politisasi agama).

 

Kemunduran kebudayaan manusia Jawa sangat terasa sekali, karena suku Jawa adalah mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai contoh kemunduran adalah terpaan berbagai krisis yang tak pernah selesai dialami oleh bangsa Indonesia. Politisasi uang dan agama mengakibatkan percepatan krisis kebudayaan Jawa, seperti analisa dibawah ini.

Gerilya Kebudayaan

Negara2 TIMTENG/ARAB harus berjuang sekuat tenaga dengan cara apapun untuk mendapat devisa selain dari kekayaan minyak (petro dollar), hal ini mengingat tambang minyak di Timur Tengah (TIMTENG/Arab) adalah terbatas umurnya; diperkirakan oleh para ahli bahwa umur tambang minyak sekitar 15 tahun lagi, disamping itu, penemuan energi alternatip akan dapat membuat minyak turun harganya. Begitu negara Timur Tengah mendapat angin dari regim Orde Baru, Indonesia lalu bagaikan diterpa badai gurun Sahara yang panas! Pemanfaatan agama (politisasi agama) oleh negara asing (negara2 Arab) untuk mendominasi dan menipiskan kebudayaan setempat (Indonesia) mendapatkan angin bagus, ini berlangsung dengan begitu kuat dan begitu vulgarnya. Gerilya kebudayaan asing lewat politisasi agama begitu gencarnya, terutama lewat media televisi, majalah, buku dan radio. Gerilya kebudayaan melalui TV ini sungguh secara halus-nylamur-tak kentara, orang awam pasti sulit mencernanya! Berikut ini adalah gerilya kebudayaan yang sedang berlangsung:

– Dalam sinetron, hal-hal yang berbau mistik, dukun, santet dan yang negatip sering dikonotasikan dengan manusia yang mengenakan pakaian adat Jawa seperti surjan, batik, blangkon kebaya dan keris; kemudian hal-hal yang berkenaan dengan kebaikan dan kesucian dihubungkan dengan pakaian keagamaan dari Timur Tengah/Arab. Kebudayaan yang Jawa dikalahkan oleh yang Timur Tengah.

– Artis2 film dan sinetron digarap duluan mengingat mereka adalah banyak menjadi idola masyarakat muda (yang nalarnya kurang jalan). Para artis, yang blo’oon politik ini, bagaikan di masukan ke salon rias Timur Tengah/Arab, untuk kemudian ditampilkan di layar televisi, koran, dan majalah demi membentuk mind set (seting pikiran) yang berkiblat ke Arab.

– Bahasa Jawa beserta ungkapannya yang sangat luas, luhur, dalam, dan fleksibel juga digerilya. Dimulai dengan salam pertemuan yang memakai assalam…dan wassalam…. Dulu kita bangga dengan ungkapan: Tut wuri handayani, menang tanpo ngasorake, gotong royong, dsb.; sekarang kita dibiasakan oleh para gerilyawan kebudayaan dengan istilah2 asing dari Arab, misalnya: amal maruh nahi mungkar, saleh dan soleha, dst. Untuk memperkuat gerilya, dikonotasikan bahwa bhs. Arab itu membuat manusia dekat dengan surga! Sungguh cerdik dan licik.

– Kebaya, modolan dan surjan diganti dengan jilbab, celana congkrang, dan jenggot ala orang Arab. Nama2 Jawa dengan Ki dan Nyi (misal Ki Hajar …) mulai dihilangkan, nama ke Arab2an dipopulerkan. Dalam wayang kulit, juga dilakukan gerilya kebudayaan: senjata pamungkas raja Pandawa yaitu Puntadewa menjadi disebut Kalimat Syahadat (jimat Kalimo Sodo), padahal wayang kulit berasal dari agama Hindu (banyak dewa-dewinya yang tidak Islami), jadi bukan Islam; bukankah ini sangat memalukan? Gending2 Jawa yang indah, gending2 dolanan anak2 yang bagus semisal: jamuran, cublak2 suweng, soyang2, dst., sedikit demi sedikit digerilya dan digeser dengan musik qasidahan dari Arab. Dibeberapa tempat (Padang, Aceh, Jawa Barat) usaha menetapkan hukum syariah Islam terus digulirkan, dimulai dengan kewajiban berjilbab! Kemudian, mereka lebih dalam lagi mulai mengusik ke bhinekaan Indonesia, dengan berbagai larangan dan usikan bangunan2 ibadah dan sekolah non Islam.

– Gerilya lewat pendidikan juga gencar, perguruan berbasis Taman Siswa yang nasionalis, pluralis dan menjujung tinggi kebudayaan Jawa secara lambat namun pasti juga digerilya, mereka ini digeser oleh madrasah2/pesantren2. Padahal Taman Siswa adalah asli produk perjuangan dan merupakan kebanggaan manusia Jawa. UU Sisdiknas juga merupakan gerilya yang luar biasa berhasilnya. Sekolah swasta berciri keagamaan non Islam dipaksa menyediakan guru beragama Islam, sehingga ciri mereka lenyap.

– Demikian pula dengan perbankan, mereka ingin eksklusif dengan bank syariah, dengan menghindari kata bunga/rente/riba; istilah ke Arab2an pun diada-adakan, walau nampak kurang logis! Seperti USA memakai IMF, dan orang Yahudi menguasai finansial, maka manusia Arab ingin mendominasi Indonesia memakai strategi halal-haramnya pinjaman, misalnya lewat bank syariah.

– Keberhasilan perempuan dalam menduduki jabatan tinggi di pegawai negeri (eselon 1 s/d 3) dikonotasikan/dipotretkan dengan penampilan berjilbab dan naik mobil yang baik. Para pejabat eselon ini lalu memberikan pengarahan untuk arabisasi pakaian dinas di kantor masing2.

– Di hampir pelosok P. Jawa kita dapat menyaksikan bangunan2 masjid yang megah, dana pembangunan dari Arab luar biasa besarnya. Bahkan organisasi preman bentukan militer di jaman ORBA, yaitu Pemuda Pancasila, pun mendapatkan grojogan dana dari Timur Tengah untuk membangun pesantren2 di Kalimantan, luar biasa!

– Fatwa MUI pada bulan Agustus 2005 tentang larangan2 yang tidak berdasar nalar dan tidak menjaga keharmonisan masyarakat sungguh menyakitkan manusia Jawa yang suka damai dan harmoni. Bila ulama hanya menjadi sekedar alat politik, maka panglima agama adalah ulama politikus yang mementingkan uang, kekuasaan dan jabatan saja; efek keputusan tidak mereka hiraukan. Sejarah ORBA membuktikan bahwa MUI dan ICMI adalah alat regim ORBA yang sangat canggih. Saat ini, MUI boleh dikata telah menjadi alat negara asing (Arab) untuk menguasai

– Dimasa lalu, banyak orang cerdas mengatakan bahwa Wali Songo adalah bagaikan MUI sekarang ini, dakwah mereka penuh gerilya kebudayaan dan politik. Manusia Majapahit digerilya, sehingga terdesak ke Bromo (suku Tengger) dan pulau Bali. Mengingat negara baru memerangi KKN, mestinya fatwa MUI adalah tentang KKN (yang relevan), misal pejabat tinggi negara yang PNS yang mempunyai tabungan diatas 3 milyar rupiah diharuskan mengembalikan uang haram itu (sebab hasil KKN), namun karena memang ditujukan untuk membelokan pemberantasan KKN, yang terjadi justru sebaliknya, fatwanya justru yang aneh2 dan merusak keharmonisan kebhinekaan Indonesia!

– Buku2 yang sulit diterima nalar, dan secara ngawur dan membabi buta ditulis hanya untuk melawan dominasi ilmuwan Barat saat ini membanjiri pasaran di Indonesia. Rupanya ilmuwan Timur Tengah ingin melawan ilmuwan Barat, semua teori Barat yang rasional-empiris dilawan dengan teori Timur Tengah yang berbasis intuisi-agamis (berbasis Al-Quran), misal teori kebutuhan Maslow yang sangat populer dilawankan teori kebutuhan spiritual Nabi Ibrahim, teori EQ ditandingi dengan ESQ, dst. Masyarakat Indonesia harus selalu siap dan waspada dalam memilih buku yang ingin dibacanya.

– Dengan halus, licik tapi mengena, mass media, terutama TV dan radio, telah digunakan untuk membunuh karakater (character assasination) budaya Jawa dan meninggikan karakter budaya Arab (lewat agama)! Para gerilyawan juga menyelipkan filosofis yang amat sangat cerdik, yaitu: kebudayaan Arab itu bagian dari kebudayaan pribumi, kebudayaan Barat (dan Cina) itu kebudayaan asing; jadi harus ditentang karena tidak sesuai! Padahal kebudayaan Arab adalah sangat asing!

– Gerilya yang cerdik dan rapi sekali adalah melalui peraturan negara seperti undang-undang, misalnya hukum Syariah yang mulai diterapkan di sementara daerah, U.U. SISDIKNAS, dan rencana UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (yang sangat bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika dan sangat menjahati/menjaili kaum wanita dan pekerja seni). Menurut Gus Dur, RUU APP telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 karena tidak memberikan tempat terhadap perbedaan. Padahal, UUD 1945 telah memberi ruang seluas-luasnya bagi keragaman di Indonesia. RUU APP juga mengancam demokrasi bangsa yang mensyaratkan kedaulatan hukum dan perlakuan sama terhadap setiap warga negara di depan hukum. Gus Dur menolak RUU APP dan meminta pemerintah mengoptimalkan penegakan undang-undang lain yang telah mengakomodir pornografi dan pornoaksi. “Telah terjadi formalisasi dan arabisasi saat ini. Kalau sikap Nahdlatul Ulama sangat jelas bahwa untuk menjalankan syariat Islam tidak perlu negara Islam,” ungkapnya. (Kompas, 3 Maret 2006).

– Puncak gerilya kebudayaan adalah tidak diberikannya tempat untuk kepercayaan asli, misalnya Kejawen, dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan urusan pernikahan/perceraian bagi kaum kepercayaan asli ditiadakan. Kejawen, harta warisan nenek moyang, yang kaya akan nilai: pluralisme, humanisme, harmoni, religius, anti kekerasan dan nasionalisme, ternyata tidak hanya digerilya, melainkan akan dibunuh dan dimatikan secara perlahan! Sungguh sangat disayangkan! Urusan perkawinan dan kematian untuk MJ penganut Kejawen dipersulit sedemikian rupa, urusan ini harus dikembalikan ke agama masing2! Sementara itu aliran setingkat Kejawen yang disebut Kong Hu Chu yang berasal dari RRC justru disyahkan keberadaannya. Sungguh sangat sadis para gerilyawan kebudayaan ini!

– Gerilya kebudayaan juga telah mempengaruhi perilaku manusia Jawa, orang Jawa yang dahulu dikenal lemah-lembut, andap asor, cerdas, dan harmoni; namun sekarang sudah terbalik: suka kerusuhan dan kekerasan, suka menentang harmoni. Bayangkan saja, kota Solo yang dulu terkenal putri nya yang lemah lembut (putri Solo, lakune koyo macan luwe) digerilya menjadi kota yang suka kekerasan, ulama Arab (Basyir) mendirikan pesantren Ngruki untuk mencuci otak anak2 muda. Akhir2 ini kota Solo kesulitan mendatangkan turis manca negara, karena kota Solo sudah diidentikan dengan kekerasan sektarian. Untuk diketahui, di Pakistan, banyak madrasah disinyalir dijadikan tempat brain washing dan baiat. Banyak intelektual muda kita di universitas2 yang kena baiat (sumpah secara agama Islam, setelah di brain wahing) untuk mendirikan NII (negara Islam Indonesia) dengan cara menghalalkan segala cara. Berapa banyak madrasah/pesantren di Indonesia yang dijadikan tempat2 cuci otak anti pluralisme dan anti harmoni? Banyak! Berapa jam pelajaran dihabiskan untuk belajar agama (ngaji) dan bahasa Arab? Banyak, diperkirakan sampai hampir 50% nya! Tentu saja ini akan sangat mempengaruhi turunnya perilaku dan turunnya kualitas SDM bgs. Indonesia secara keseluruhan! Maraknya kerusuhan dan kekerasan di Indonesia bagaikan berbanding langsung dengan maraknya madrasah dan pesantren2. Berbagai fatwa MUI yang menjungkirbalikan harmoni dan gotong royong manusia Jawa gencar dilancarkan!

– Sejarah membuktikan bagaimana kerajaan Majapahit, yang luarbiasa jaya, juga terdesak melalui gerilya kebudayaan Arab sehingga manusianya terpojok ke Gn. Bromo (suku Tengger) dan P. Bali (suku Bali). Mereka tetap menjaga kepercayaannya yaitu Hindu. Peranan wali Songo saat itu sebagai alat politis (mirip MUI dan ICMI saat ini) adalah besar sekali! Semenjak saat itu kemunduran kebudayaan Jawa sungguh luar biasa!

Tanda-tanda Kemunduran Budaya Jawa

Kemunduran kebudayaan manusia Jawa sangat terasa sekali, karena suku Jawa adalah mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai contoh kemunduran adalah:

– Orang2 hitam dari Afrika (yang budayanya dianggap lebih tertinggal) ternyata dengan mudah mempedayakan masyarakat kita dengan manipulasi penggandaan uang dan jual-beli narkoba.

– Orang Barat mempedayakan kita dengan kurs nilai mata uang. Dengan $ 1 = k.l Rp. 10000, ini sama saja penjajahan baru. Mereka dapat bahan mentah hasil alam dari Indonesia murah sekali, setelah diproses di L.N menjadi barang hitech, maka harganya jadi selangit. Nilai tambah pemrosesan/produksi barang mentah menjadi barang jadi diambil mereka (disamping membuka lapangan kerja). Indonesia terus dengan mudah dikibulin dan dinina bobokan untuk menjadi negara peng export dan sekaligus pengimport terbesar didunia, sungguh suatu kebodohan yang maha luar biasa.

– Orang Jepang terus membuat kita tidak pernah bisa bikin mobil sendiri, walau industri Jepang sudah lebih 30 tahun ada di Indonesia. Semestinya bangsa ini mampu mendikte Jepang dan negara lain untuk mendirikan pabrik di Indonesia, misalnya pabrik: Honda di Sumatra, Suzuki di Jawa, Yamaha di Sulawesi, dst. Ternyata kita sekedar menjadi bangsa konsumen dan perakit.
– Orang Timur Tengah/Arab dengan mudah menggerilya kebudayaan kita seperti cerita diatas; disamping itu, Indonesia adalah termasuk pemasok devisa haji terbesar! Kemudian, dengan hanya Asahari, Abu Bakar Baasyir dan Habib Riziq (FPI), cukup beberapa gelintir manusia saja, Indonesia sudah dapat dibuat kalang kabut oleh negara asing! Sungguh keterlaluan dan memalukan!

– Kalau dulu banyak mahasiswa Malaysia studi ke Indonesia, sekarang posisinya terbalik: banyak mahasiswa Indonesia belajar ke Malaysia (bahkan ke S’pore, Thailand, Pilipina, dst.). Konyol bukan?

– Banyak manusia Jawa yang ingin kaya secara instant, misalnya mengikuti berbagai arisan/multi level marketing seperti pohon emas, dst., yang tidak masuk akal!

– Dalam beragamapun terkesan jauh dari nalar, bijak dan jauh dari cerdas, terkesan hanya ikut2an saja. Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama, dan tidak perlu mengorbankan budaya lokal.

– Sampai dengan saat ini, Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari berbagai krisis (krisis multi dimensi), kemiskinan dan pengangguran justru semakin meningkat, padahal negara tetangga yang sama2 mengalami krisis sudah kembali sehat walafiat! Peran manusia Jawa berserta kebudayaannya, sebagai mayoritas, sangat dominan dalam berbagai krisis yang dialami bangsa ini.

 

Penutup

 

Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama. Gus Dur mensinyalir telah terjadi arabisasi kebudayaan. Kepentingan negara asing untuk menguasai bumi dan alam Indonesia yang kaya raya dan indah sekali sungguh riil dan kuat sekali, kalau negara modern memakai teknologi tinggi dan jasa keuangan, sedangkan negara lain memakai politisasi agama beserta kebudayaannya. Indonesia saat ini (2007) adalah sedang menjadi ajang pertempuran antara dua ideologi besar dunia: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. CLASH OF CIVILIZATION antar dua ideologi besar di dunia ini, yang sudah diramalkan oleh sejarahwan kelas dunia – Samuel Hutington dan Francis Fukuyama.

 

Tanpa harus menirukan/menjiplak kebudayaan Arab, Indonesia diperkirakan dapat menjadi pusat Islam (center of excellence) yang modern bagi dunia. Seperti pusat agama Kristen modern, yang tidak lagi di Israel, melainkan di Itali dan Amerika. Beragama tanpa nalar disertai menjiplak budaya asal agama tersebut secara membabi buta hanya akan mengakibatkan kemunduran budaya lokal sendiri! Maka bijaksana, kritis, dan cerdik sangat diperlukan dalam beragama.

 

Sumbangan dari Forum Religiositas Agama

di Yogyakarta dan Bali

email:

 

6. BANGSA INDONESIA WAJIB MENGGUGAT ITB, UI DAN UGM

March 19, 2007

Rusak Parah Justru Setelah Merdeka

 

Pejabat tinggi pemerintah atau parpol atau TNI atau agamawan sering mengkambinghitamkan Belanda bersama jaman kolonialnya. Padahal, rusak parahnya Indonesia justru setelah merdeka. Hutan dan kebun rusak parah (jaman Belanda perkebunan mengalami kejayaan dunia, misal gula, teh, dan kopi), tata kota rusak (jaman Belanda, Bandung disebut Paris van Java, saluran air pembuangan dan irigasi luar biasa bagusnya, kali Ciliwung dapat dilayari), per kereta apian rusak parah (jaman Belanda bagus sekali), pelanggaran HAM dari yang kecil s/d berat sering terjadi (jaman Belanda, penentang Belanda masih diadili secara fair dan paling diasingkan ke pulau lain, tidak dibunuh, misal Bung Karno dan Diponegoro), korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) nomor wahid didunia (jaman Belanda, KKN nyaris tidak ada), birokrasi pemerintah sangat tidak efisien, suka mempersulit rakyat (jaman Belanda, birokrasi sangat rapi dan effisien). Jikalaupun, Belanda masih menjajah sampai dengan saat ini, mereka pasti tidak akan tega merusak alam dan lingkungan seperti yang terjadi saat ini, sebagai contoh kerusakan alam dan lingkungan di: Freeport, Bangka, Kalimantan, Sumatra, dst. Pun jika mereka mengambil hasil alam, mereka pasti membangun (lihat jalan raya, jalan KA, saluran air, bendungan dst.), sebaliknya perilaku pemerintah pusat di Jakarta ternyata jauh melebihi penjajah, cuman mengambil/mencuri kekayaan alam dan meninggalkan kerusakan lingkungan, kemiskinan dan kebodohan masyarakat setempat! Tak heran bila Aceh ingin merdeka, Riau ingin merdeka, Papua ingin merdeka, dan sebentar lagi dapat diramalkan Kalimantan pun menuntut merdeka (bila perilaku Jakarta tidak berubah). Padahal kita punya ITB, UI, & UGM, mengapa setelah merdeka justru Indonesia rusak parah (alam, lingkungan, dan moral)? Dimanakah kecerdasan sivitas akademika PTN top itu?

 

Produsen Koruptor dan Keranjang Sampah

 

Seperti diketahui, UI, ITB, dan UGM adalah institusi perguruan tinggi negeri (PTN) tertua, terbesar dan termaju di Indonesia. Jadi, mereka adalah pencetak para PNS (peg. Negeri sipil) terbesar di Indonesia, dan alumni mereka saat ini menduduki jabatan tertinggi di pemerintahan, dari pegawai menengah (IIIA), eselon dua, eselon satu, penasehat presiden dan menteri, jadi boleh dikata mereka ini “menguasai” Indonesia! Disamping itu, UI, ITB, dan UGM adalah bagaikan barometer kecerdasan bangsa Indonesia.

Sayang sekali, kita dan dunia telah memahami bahwa:

– Indonesia terkenal sebagai negara terkorup didunia (selalu dalam tiga besar)

– Birokrasi Indonesia adalah birokrasi keranjang sampah.

– Telah terjadi korupsi berjamaah; ini ibarat mengatakan bahwa korps PNS/BUMN itu adalah jemaah koruptor.

 

Atas dasar berbagai alasan diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa ITB, UI, dan UGM ADALAH PRODUSEN KORUPTOR TERBESAR DIDUNIA dan PRODUSEN TERBESAR BIROKRAT KERANJANG SAMPAH! Reuni alumni mereka, yang pada umumnya megah-meriah, adalah bagaikan reuni jemaah koruptor, para pelaku KKN, para perusak bangsa!

 

Krisis Multi Dimensi

Sampai dengan saat ini, Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari berbagai krisis (krisis multi dimensi), kemiskinan dan pengangguran justru semakin meningkat, padahal negara tetangga yang sama2 mengalami krisis sudah kembali sehat walafiat! Peran manusia Jawa berserta kebudayaannya, sebagai mayoritas, sangat dominan dalam berbagai krisis yang dialami bangsa ini. Institusi top seperti UI, ITB, dan UGM ternyata tidak juga mampu mengatasi. Pembodohan sejarah, pelanggaran HAM dan KKN kelas berat tak pernah dapat diselesaikan. Apakah level moralitas, IQ dan EQ sivitas akademika UI, ITB, dan UGM baru setarap itu?

 

Penutup

 

Kami adalah para pelajar pasca sarjana di Eropa yang berasal dari luar P. Jawa, bukan alumni dari UI, ITB, dan UGM. Ibarat menonton pertandingan catur atau sepakbola dari jauh (dan tidak terlibat emosi), kami lebih dapat menjaga jarak dan menganalisa secara jernih apa yang terjadi di tanah air. Kami prihatin, malu, berduka, marah, sedih … bercampur aduk, sulit dilukiskan, atas prestasi sivitas akademika UI, ITB, dan UGM. Mereka semestinya mampu membawa bangsa ini ketingkat kualitas yang baik dari sisi kesejahteraan, kepandaian, keamanan, ketentraman, dan moral. Namun ternyata tidak, maka kita perlu menggugat dan menggugah mereka, jangan tidur, jangan mau dininabobokan, bangkit dan sadarlah saudara2ku!

6. BANGSA INDONESIA WAJIB MENGGUGAT ITB, UI DAN UGM

March 19, 2007

Rusak Parah Justru Setelah Merdeka

 

Pejabat tinggi pemerintah atau parpol atau TNI atau agamawan sering mengkambinghitamkan Belanda bersama jaman kolonialnya. Padahal, rusak parahnya Indonesia justru setelah merdeka. Hutan dan kebun rusak parah (jaman Belanda perkebunan mengalami kejayaan dunia, misal gula, teh, dan kopi), tata kota rusak (jaman Belanda, Bandung disebut Paris van Java, saluran air pembuangan dan irigasi luar biasa bagusnya, kali Ciliwung dapat dilayari), per kereta apian rusak parah (jaman Belanda bagus sekali), pelanggaran HAM dari yang kecil s/d berat sering terjadi (jaman Belanda, penentang Belanda masih diadili secara fair dan paling diasingkan ke pulau lain, tidak dibunuh, misal Bung Karno dan Diponegoro), korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) nomor wahid didunia (jaman Belanda, KKN nyaris tidak ada), birokrasi pemerintah sangat tidak efisien, suka mempersulit rakyat (jaman Belanda, birokrasi sangat rapi dan effisien). Jikalaupun, Belanda masih menjajah sampai dengan saat ini, mereka pasti tidak akan tega merusak alam dan lingkungan seperti yang terjadi saat ini, sebagai contoh kerusakan alam dan lingkungan di: Freeport, Bangka, Kalimantan, Sumatra, dst. Pun jika mereka mengambil hasil alam, mereka pasti membangun (lihat jalan raya, jalan KA, saluran air, bendungan dst.), sebaliknya perilaku pemerintah pusat di Jakarta ternyata jauh melebihi penjajah, cuman mengambil/mencuri kekayaan alam dan meninggalkan kerusakan lingkungan, kemiskinan dan kebodohan masyarakat setempat! Tak heran bila Aceh ingin merdeka, Riau ingin merdeka, Papua ingin merdeka, dan sebentar lagi dapat diramalkan Kalimantan pun menuntut merdeka (bila perilaku Jakarta tidak berubah). Padahal kita punya ITB, UI, & UGM, mengapa setelah merdeka justru Indonesia rusak parah (alam, lingkungan, dan moral)? Dimanakah kecerdasan sivitas akademika PTN top itu?

 

Produsen Koruptor dan Keranjang Sampah

 

Seperti diketahui, UI, ITB, dan UGM adalah institusi perguruan tinggi negeri (PTN) tertua, terbesar dan termaju di Indonesia. Jadi, mereka adalah pencetak para PNS (peg. Negeri sipil) terbesar di Indonesia, dan alumni mereka saat ini menduduki jabatan tertinggi di pemerintahan, dari pegawai menengah (IIIA), eselon dua, eselon satu, penasehat presiden dan menteri, jadi boleh dikata mereka ini “menguasai” Indonesia! Disamping itu, UI, ITB, dan UGM adalah bagaikan barometer kecerdasan bangsa Indonesia.

Sayang sekali, kita dan dunia telah memahami bahwa:

– Indonesia terkenal sebagai negara terkorup didunia (selalu dalam tiga besar)

– Birokrasi Indonesia adalah birokrasi keranjang sampah.

– Telah terjadi korupsi berjamaah; ini ibarat mengatakan bahwa korps PNS/BUMN itu adalah jemaah koruptor.

 

Atas dasar berbagai alasan diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa ITB, UI, dan UGM ADALAH PRODUSEN KORUPTOR TERBESAR DIDUNIA dan PRODUSEN TERBESAR BIROKRAT KERANJANG SAMPAH! Reuni alumni mereka, yang pada umumnya megah-meriah, adalah bagaikan reuni jemaah koruptor, para pelaku KKN, para perusak bangsa!

 

Krisis Multi Dimensi

Sampai dengan saat ini, Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari berbagai krisis (krisis multi dimensi), kemiskinan dan pengangguran justru semakin meningkat, padahal negara tetangga yang sama2 mengalami krisis sudah kembali sehat walafiat! Peran manusia Jawa berserta kebudayaannya, sebagai mayoritas, sangat dominan dalam berbagai krisis yang dialami bangsa ini. Institusi top seperti UI, ITB, dan UGM ternyata tidak juga mampu mengatasi. Pembodohan sejarah, pelanggaran HAM dan KKN kelas berat tak pernah dapat diselesaikan. Apakah level moralitas, IQ dan EQ sivitas akademika UI, ITB, dan UGM baru setarap itu?

 

Penutup

 

Kami adalah para pelajar pasca sarjana di Eropa yang berasal dari luar P. Jawa, bukan alumni dari UI, ITB, dan UGM. Ibarat menonton pertandingan catur atau sepakbola dari jauh (dan tidak terlibat emosi), kami lebih dapat menjaga jarak dan menganalisa secara jernih apa yang terjadi di tanah air. Kami prihatin, malu, berduka, marah, sedih … bercampur aduk, sulit dilukiskan, atas prestasi sivitas akademika UI, ITB, dan UGM. Mereka semestinya mampu membawa bangsa ini ketingkat kualitas yang baik dari sisi kesejahteraan, kepandaian, keamanan, ketentraman, dan moral. Namun ternyata tidak, maka kita perlu menggugat dan menggugah mereka, jangan tidur, jangan mau dininabobokan, bangkit dan sadarlah saudara2ku!

 

Info sangat penting:

Harap dikunjungi juga web blog best seller yang lain dari rekan2 Post Graduate di Eropa, artikelnya luar biasa bagusnya, alamat: http://www.religi21.blinkz.com/